NKRI HARGA MATI -->

Breaking news

Live
Loading...

NKRI HARGA MATI

Wednesday 20 May 2015





NKRI HARGA MATI

Oleh  : AHMADIN

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati  menghargai Jasa para pahlawan, penghormatan dan penghargaan terhadap pahlawan tersebut tidak hanya dengan mengisi kemerdekaan dalam bentuk semangat cinta tanah air, menjaga dan mempertahankan wilayah kedaulatan, melestarikan peninggalan - peninggalan bersejarah dan  memperingati akan hari – hari besar Nasional saja tetapi juga dengan ikut serta dalam menjaga perdamaian dunia secara umum, khususnya  keamanan nasional dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia juga merupakan implementasi dari penghormatan dan penghargaan terhadap pahlawan itu sendiri.
Namun fakta menunjukan bahwa kita sebagai warga negara kurang menyadari dan memahami akan pentingnya menjaga pertahanan dan keamanan Nasional, ketidak pahaman ini tidak hanya menimpa masyarakat kecil saja tetapi juga merajalela di tingkatan eksekutif dan legislatif kita, selisih paham dan saling sikut antara para pejabat, penegakan hukum yang masih tebang pilih,  korupsi, kolusi dan nepotisme mewabah dimana – mana serta anarkisme yang melibatkan orang orang yang katanya berjuang untuk membela kebenaran dan keadilan dengan mengatas namakan dakwah dan agama yang harusnya dapat memberikan tuntunan tapi hanya menjadi sebuah tontonan yang tak ayal dapat merusak moral dan akhlak generasi penerus yang setiap saat disuguhkan dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya baik lewat media cetak maupun elektronik. Yang sudah barang tentu dapat mencoreng citra agama terlebih mencoreng citra NKRI dimata dunia. Maka tidak heran kalau  pemerintah kesulitan dalam mengatur dan menata kehidupan  ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat, terjadi kekerasan dan sikap antipati terhadap pemerintah karena kepercayaan terhadap para pemimpin (pemerintah) mulai hilang dan ketidak percayaan terhadap kinerja pemerintah semakin meningkat setiap tahunnya.
Kehormatan dan Keberadaan Bangsa dan Negara kita dimata dunia 10 (sepuluh) s.d 50 ( lima puluh) tahun kedepan adalah tergantung sungguh dari bagaimana wajah pemuda-pemuda kita saat ini, faktanya adalah pemuda pemuda kita saat ini minim pengetahuan tentang bela negara dan nilai – nilai kepahlawanan,  Oleh karena itu pentingnya memberikan pemahaman akan arti patriotisme dan kepahlawanan , pendidikan tentang Akhlak serta pendidikan untuk kembali kepada Pancasila sebagai Dasar Negara (bukan pilar negara) terhadap masyarakat umum khususnya generasi penerus, kesediaan pemerintah untuk mengucurkan anggaran untuk kegiatan kegiatan yang melibatkan lembaga – lembaga pemerintah terkait, khususnya Lembaga Kepahlawanan untuk memberikan bimbingan dan pengawasan dalam lingkungan pendidikan terutama lingkungan usia sekolah adalah langkah yang harus mulai di intensifkan kembali oleh pemerintah untuk mengurangi angka kekerasan dan tawuran antar pelajar yang juga merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah Jokowi JK selain urusan korupsi, kemacetan, banjir dan reformasi birokrasi.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.
Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka,
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.

1.      Faktor internal. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi

2.      Pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak.

3.      Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula.

4.      Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.

5.      Faktor lingkungan, tidak bisa dipungkiri bahwa faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap kelangsungan pendidikan terutama yang berkaitan dengan pembinaan mental dan karakter karena usia sekolah sangatlah rentan dengan pengaruh –pengaruh negatif, oleh karena itu lagi – lagi peran pemerintah dalam mendukung kegiatan kegiatan lembaga pendidikan baik dalam peningkatan sarana dan prasarana ( IPTEK ) pada umumnya, khususnya disiplin ilmu kerohanian (IMTAQ) untuk bersinergi dengan lembaga kepahlawanan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan tentunya sangat di harapkan agar kedepan bangsa tercinta ini menjadi bangsa yang lebih besar dan disegani oleh bangsa lain karena di pimpin oleh generasi – generasi yang kuat baik fisik maupun mental serta mempunyai kebulatan tekad dan semangat juang dalam mengisi dan mempertahanankan kedaulatan karena untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah harga mati.