NKRI HARGA MATI
Oleh : AHMADIN
Bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghormati menghargai Jasa para
pahlawan, penghormatan dan penghargaan terhadap pahlawan tersebut tidak hanya
dengan mengisi kemerdekaan dalam bentuk semangat cinta tanah air, menjaga dan
mempertahankan wilayah kedaulatan, melestarikan peninggalan - peninggalan
bersejarah dan memperingati akan hari –
hari besar Nasional saja tetapi juga dengan ikut serta dalam menjaga perdamaian
dunia secara umum, khususnya keamanan
nasional dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia juga merupakan implementasi
dari penghormatan dan penghargaan terhadap pahlawan itu sendiri.
Namun fakta menunjukan bahwa kita sebagai warga
negara kurang menyadari dan memahami akan pentingnya menjaga pertahanan dan
keamanan Nasional, ketidak pahaman ini tidak hanya menimpa masyarakat kecil
saja tetapi juga merajalela di tingkatan eksekutif dan legislatif kita, selisih
paham dan saling sikut antara para pejabat, penegakan hukum yang masih tebang
pilih, korupsi, kolusi dan nepotisme
mewabah dimana – mana serta anarkisme yang melibatkan orang orang yang katanya
berjuang untuk membela kebenaran dan keadilan dengan mengatas namakan dakwah
dan agama yang harusnya dapat memberikan tuntunan tapi hanya menjadi sebuah
tontonan yang tak ayal dapat merusak moral dan akhlak generasi penerus yang
setiap saat disuguhkan dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya baik
lewat media cetak maupun elektronik. Yang sudah barang tentu dapat mencoreng
citra agama terlebih mencoreng citra NKRI dimata dunia. Maka tidak heran
kalau pemerintah kesulitan dalam
mengatur dan menata kehidupan ekonomi,
sosial, dan budaya masyarakat, terjadi kekerasan dan sikap antipati terhadap
pemerintah karena kepercayaan terhadap para pemimpin (pemerintah) mulai hilang
dan ketidak percayaan terhadap kinerja pemerintah semakin meningkat setiap
tahunnya.Kehormatan dan Keberadaan Bangsa dan Negara kita dimata dunia 10 (sepuluh) s.d 50 ( lima puluh) tahun kedepan adalah tergantung sungguh dari bagaimana wajah pemuda-pemuda kita saat ini, faktanya adalah pemuda pemuda kita saat ini minim pengetahuan tentang bela negara dan nilai – nilai kepahlawanan, Oleh karena itu pentingnya memberikan pemahaman akan arti patriotisme dan kepahlawanan , pendidikan tentang Akhlak serta pendidikan untuk kembali kepada Pancasila sebagai Dasar Negara (bukan pilar negara) terhadap masyarakat umum khususnya generasi penerus, kesediaan pemerintah untuk mengucurkan anggaran untuk kegiatan kegiatan yang melibatkan lembaga – lembaga pemerintah terkait, khususnya Lembaga Kepahlawanan untuk memberikan bimbingan dan pengawasan dalam lingkungan pendidikan terutama lingkungan usia sekolah adalah langkah yang harus mulai di intensifkan kembali oleh pemerintah untuk mengurangi angka kekerasan dan tawuran antar pelajar yang juga merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah Jokowi JK selain urusan korupsi, kemacetan, banjir dan reformasi birokrasi.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.
Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka,
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.
1.
Faktor internal. Remaja yang terlibat perkelahian
biasanya kurang mampu melakukan adaptasi
2.
Pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini
berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua
rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak.
3.
Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan
(entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak,
ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya,
sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula.
4.
Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama bukan dipandang
sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah
terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu,
lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya
suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran,
tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang
melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu
masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting.
Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta
sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau
dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
5.
Faktor lingkungan, tidak bisa dipungkiri bahwa faktor
lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap kelangsungan pendidikan terutama
yang berkaitan dengan pembinaan mental dan karakter karena usia sekolah
sangatlah rentan dengan pengaruh –pengaruh negatif, oleh karena itu lagi – lagi
peran pemerintah dalam mendukung kegiatan kegiatan lembaga pendidikan baik
dalam peningkatan sarana dan prasarana ( IPTEK ) pada umumnya, khususnya
disiplin ilmu kerohanian (IMTAQ) untuk bersinergi dengan lembaga kepahlawanan
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan tentunya sangat di harapkan agar
kedepan bangsa tercinta ini menjadi bangsa yang lebih besar dan disegani oleh
bangsa lain karena di pimpin oleh generasi – generasi yang kuat baik fisik
maupun mental serta mempunyai kebulatan tekad dan semangat juang dalam mengisi
dan mempertahanankan kedaulatan karena untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) adalah harga mati.