KELESTARIAN HUTAN BADUY TERJAGA -->

Breaking news

Live
Loading...

KELESTARIAN HUTAN BADUY TERJAGA

Monday 24 April 2017

Masyarakat Baduy dan Kelestarian Hutan Lindung.

Banten, Media Investigasi- Kesederhanaan Masyarakat Baduy, (24/04) komitmen menjaga kelestarian hutan lindung patut menjadi pembelajaran bagi kita semua. Dalam budaya masyarakat baduy yang tinggal di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, keberadaan hutan sangat besar manfaatnya bagi kelangsungan hidup manusia juga habitat ekosistem lainya di daerah itu.

Salah seorang tokoh Baduy yang juga Kepala Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Banten mengatakan "selama ini, hutan lindung yang ada di kawasan baduy terjaga dengan baik dan tidak ditemukan penebangan liar masyarakat baduy menjaga pelestarian lingkungan sebagai amanat adat untuk keseimbangan ekosistem alam juga kelangsungan hidup manusia, kelestarikan kawasan hutan lindung hak ulayat Baduy seluas 3.000 hektar,” jelasnya.

Saat ini, gerakan penghijauan terus dilakukan dengan menanam aneka jenis tanaman agar hutan lindung tetap hijau dan lestari. "Kami melarang pepohonan yang ada di kawasan hutan lindung dilarang ditebang karena bisa menimbulkan kerusakan lahan dan hutan,” katanya.

Menurut dia, saat ini kawasan hak adat ulayat Baduy seluas 5.101 hektare sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 32 tahun 2001. Dari 5.101 hektar itu diantaranya seluas 3.000 hektar dijadikan kawaasan hutan lindung dan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan penggarapan pertanian.

Sedangkan, menurut dia, sisanya seluas 2.100 hektare dijadikan garapan pertanian oleh masyarakat Baduy. “Kami melarang hutan lindung digarap pertanian karena khawatir menimbulkan kerusakan hutan dan lahan,” ungkapnya.

Ia mengatakan, masyarakat Baduy yang berpenduduk 11.600 jiwa itu tinggal di kawasan Gunung Kendeng berlokasi di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, merupakan sebagai hulu air wilayah Provinsi Banten. Kawasan wilayah hulu Baduy memiliki beberapa daerah aliran sungai (DAS), di antaranya Ciujung, Cisimeut, Ciberang, dan Cimadur.

Mereka masyarakat Baduy dilarang melakukan penebangan pohon maupun perusakan hutan, sebab kalau hutan itu rusak tentu akan menimbulkan malapetaka bagi manusia dan ekosistem lain. “Kami sangat serius menjaga pelestarian hutan dan lahan untuk mengantisipasi bencana alam,” jelasnya.

Hubungan Masyarakat Wadah Musyawarah Masyarakat Baduy (Wammby) Tono Soemartono mengatakan, kepedulian warga Baduy terhadap pelestarian lingkungan sangat besar, selain menjaga hutan-hutan lindung juga melakukan penanaman berbagai jenis pohon. Selain itu, katanya, warga Baduy tidak boleh melakukan penebangan tanpa seizin lembaga adat.

“Kami sangat cinta hutan, maka menjaga dan melestarikan agar hutan tidak rusak,” ujarnya.

Suku pedalaman Baduy adalah salah satu suku asli Indonesia yang menutup diri terhadap dunia luar, artinya mereka masih hidup secara primitif di perkampungan yang terletak di dalam hutan dan berpegang teguh pada adat. Desa Baduy terletak di perbukitan Gunung Kendeng, kawasan Baduy tepatnya berada di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak.

Kepercayaan orang Baduy adalah penghormatan pada roh nenek moyang dan kepercayaan kepada satu kuasa yang dinamakan Nu Kawasa. Keyakinan mereka sering disebut dengan Sunda Wiwitan.

Orientasi, konsep-konsep dan kegiatan-kegiatan keagamaan ditujukan kepada pikukuh (aturan adat) agar orang hidup menurut alur itu dan menyejahterakan kehidupan Baduy dan dunia. Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Buddha, Hindu, dan Islam.

Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari. Isi terpenting dari ‘pikukuh’ (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep “tanpa perubahan apa pun”, atau perubahan sesedikit mungkin.(in/by)