FILM THE DOLL 2 KURANG SERAM -->

Breaking news

Live
Loading...

FILM THE DOLL 2 KURANG SERAM

Tuesday 25 July 2017

Sutradara sekaligus produser dari film 'The Doll 2', Rocky Soraya, mengatakan film 'The Doll 2' memiliki cerita yang berbeda dari yang pertama.

Jakarta, Media Investigasi- Sudah menjadi kebiasaan produser film, bila film produksinya raihan penontonnya meluber atau box office. Pasti dibuatkan sekuelnya, pun dengan Film 'The Doll 2' karena film perdananya yang dibintangi Shandy Aulia dan Denny Sumargo penontonnya mencapai 500.000 orang. Maka Hitmakers Studio sebagai rumah produksi, membuat sekuelnya.

Film kedua ini masih menceritakan keluarga yang mengalami teror dari boneka serta masih ada pula tokoh Bu Laras (Sara Wijayanto) yang menjadi benang merah antara kedua.
       
Bedanya, jika di 'The Doll' mengisahkan tentang teror yang dialami keluarga Anya (Shandy Aulia) dan Daniel (Denny Sumargo). Film keduanya bercerita tentang keluarga Meira (Luna Maya) dan Aldo (Herjunot Ali).
         
Sutradara sekaligus produser dari film 'The Doll 2', Rocky Soraya, mengatakan film 'The Doll 2' memiliki cerita yang berbeda dari yang pertama. Sehingga jika tidak menonton yang pertama, masih dapat memahami menonton yang kedua.
     
Lantaran Rocky Soraya selaku sutradara dan sekaligus produser sudah merancang  'The Doll' menjadi trilogi. "Ya memang sengaja dibuat sekuelnya karena memang maunya bikin trilogi," ujar Rocky Soraya saat pemutaran perdana film 'The Doll 2' di Senayan, Jakarta Selatan, Jumat malam (14/7/2017). Rocky  mengatakan, ia ingin 'The Doll 2' menjadi film yang lebih baik dibandingkan film pertamanya.
       
"Kesulitannya buat cerita yang lebih bagus dari 'The Doll' yang pertama, itu challange yang besar buat kami karena kalau nonton film sekuel pasti ekspektasinya filmnya lebih bagus ya dari yang pertama".
     
Film ini bercerita tentang Maira (Luna Maya) dan Aldo (Herjunot Ali) yang hidup bahagia bersama putri semata wayang mereka yang bernama Kayla. Suatu hari Aldo dan Maira ingin pergi makan malam dan ingin menitipkan Kayla di rumah orang tua Maira. Di perjalanan, mobil yang terlihat mahal milik Aldo remnya blong, Aldo lupa menarik rem tangan sehingga menerobos lampu merah dan mobil mereka tertabrak bus. Kayla tewas.
       
Sembilan bulan kemudian, Maira masih terbayang tragedi yang merenggut putrinya. Atas saran Elsa (Maria Sabta), sahabat Maira yang muncul tiba-tiba, Maira mencoba berkomunikasi dengan arwah Kayla menggunakan medium boneka Sabrina dan lagu Lingsir Wengi. Sebelumnya mereka sempat mencari tahu terlebih dahulu tentang prosesi memanggil arwah entah dari situs apa.
     
Setelah itu teror dimulai. Hingga akhirnya Maira meminta bantuan Bu Laras (Sara Wijayanto), seorang paranormal yang pernah mengatasi kasus serupa.
       
Sepertinya film ini tidak menganut  drama turkidalam film yaitu, "Show, don’t tell". Karena sebagian besar, plot cerita, pikiran karakter, latar belakang karakter diceritakan dengan cara verbal.
         
Tapi perlu diakui bahwa special effect dalam film ini lumayan baik, walaupun kadang terasa penggunaaan special efect hanya untuk pamer saja, tidak melayani kebutuhan cerita.
     
Cara menyajikan keseraman kepada penonton. film ini hanya mengandalkan jump scare atau mengagetkan penonton secara tiba-tiba. Rasa ketakutan tidak dibangun seperti film horor Suzana di era 90 an.
     
Akting para pemainnya  juga biasa-biasa untuk sekelas Harjunot Ali dan Luna Maya. Sehingga situasi menyeramkan yang dialami para karakter tidak bisa merasuk ke penonton.
     
Yang mengganjal benak penulis boneka hantu Sabrina yang wajahnya seram dalam film ini adalah kado ulang tahun dari Maira untuk Kayla. Pertanyaan muncul, Apa yang ada dibenak Maira sehingga dia memilih sebuah boneka berwajah seram untuk kado ulang tahun putrinya? Kenapa dia tidak belikan saja boneka yang wujudnya lebih child friendly  seperti boneka kelinci, sapi, kucing atau Bratz Doll?
         
Mungkin boneka itu dipilih untuk kepentingan cerita agar lebih seram. Kurang horor rasanya kalau boneka, apalagi yang bisa dimainkan cuma matanya.
       
Yang menyeramkan justru sikap lembaga sensor film yang terlalu longgar, adegan saling tikam dengan pisau berlumuran darah tetap lolos. Darah berceceran dimana-mana juga dibiarkan menghiasi film. (Buyil)
Editor: Rosyid