Hitam Putih Dewan Pers "Mempertahankan Status Quo -->

Breaking news

Live
Loading...

Hitam Putih Dewan Pers "Mempertahankan Status Quo

Wednesday 8 November 2017

Jakarta, (MI)- Maraknya Keluhan beberapa Media Daerah terhadap Penanganan Dewan Pers baik atas Pemberitaan di Daerah maupun di Anulirnya Standar Perusahaan Media yang berdiri atas badan hukum “CV” dan Dewan Pers sendiri yang Melanggar Kode Etik dengan melakukan intimidasi pada Media atas Pemberitaan yang menyangkut Penggunaan Dana APBN oleh Dewan Pers".

Berdasarkan sejarah berdirinya Dewan Pers yang sebelumnya sudah di non aktifkan oleh Alm. Ali Moertopo, dimana nanti Tahun 2000 baru ada penguatan kembali dengan nama "Dewan Pers Independen" setelah melalui kesepakatan dan mandat dari 29 organisasi Pers yaitu :

1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
2. Aliansi Wartawan Independen (AWI)
3. Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI)
4. Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI)
5. Asosiasi Wartawan Kota (AWK)
6. Federasi Serikat Pewarta
7. Gabungan Wartawan Indonesia (GWI)
8. Himpunan Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI)
9. Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI)
10. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)
11. Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAB HAMBA)
12. Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI)
13. Kesatuan Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI)
14. Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI)
15. Komite Wartawan Indonesia (KWI)
16. Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI)
17. Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI)
18. Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI)
19. Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI)
20. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
21. Persatuan Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI)
22. Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK)
23. Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI)
24. Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI)
25. Persatuan Wartawan Nasional Indonesia (PWNI)
26. Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat
27. Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS)
28. Serikat Wartawan Indonesia (SWI)
29. Serikat Wartawan Independen Indonesia (SWII).

Jadi Dewan Pers yang sekarang itu ada atas mandat 29 organisasi pers. Karena nama "Dewan" itu lebih menciptakan gaya kekuasaan seperti zaman Orba. Jadi menurut Kesepakatan 29 Organisasi itu pada prosesnya nanti akan di reform menjadi "Majelis" Pers yang nanti di pimpin oleh Sekjen (Kesekjenan seperti organisasi PBB). Dalam perjalanannya dari tahun tersebut diatas, selain lahirnya UU Pers No.40 th 1999 yang dipelopori oleh 29 organisasi Pers.

Dalam proses perjalanannya keanggotaan Dewan Pers sekarang hanya terdiri atas 3 organisasi Pers yaitu PWI, AJI & IJTI dengan alasan Verifikasi ke 26 organisasi Pers tersingkirkan begitu saja. Entah apa maksud tidak mengakomodir organisasi-organisasi Pers lain. Mereka inilah yg menahkodai Dewan Pers dan mempertahankan status quo keberadaan Dewan Pers sampai sekarang.

Sedangkan rencana awal melahirkan “Majelis” Pers dan menggantikan kedudukan “Dewan” Pers tidak pernah lagi diberi ruang dan waktu. Jadi jelaslah bila ke 26 organisasi tidak pernah merasa menjadi bagian dari Dewan Pers, termasuk apapun produk-produk aturan yang dikeluarkan dan surat edaran oleh Dewan Pers. Sejak itu pula Dewan Pers tidak pernah bersinergi dengan ke 26 organisasi-organisasi pers dalam segala kegiatan yang melibatkan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.

Karena merasa sangat Powerfull dengan ke tiga organisasi pers ditubuhnya (seperti kita ketahui dari ketiga organisasi tersebut berkumpul Media-media group besar seperti : LKBN ANTARA, LPP TVRI, LPP RRI, Republika Group, Kompas Gramedia Group, Republik Group, Jawa Pos Group, MNC Group, Suara Merdeka Group, Femina Group, Pandji Media Group, Transmedia Corp., Bali Post Group, Pikiran Rakyat Group, Pos Kota Group, Smart FM Group, Detik.com Group) perusahaan-perusahaan media skala besar dengan dukungan dana yang besar pula, yang lebih mencerminkan sistem Kapitalis. Terkesan Dewan Pers hanya akan melindungi atau membela sisi kepentingannya saja.

Padahal hadirnya Majelis Pers akan merubah wajah Pers yang sebenarnya tanpa melihat lagi warna baju (Organisasi Wartawan) maupun asal muasal Wartawan. Diharapkan Organisasi-organisasi Pers dilebur menjadi satu bagian wadah yang namanya Majelis Pers karena bagi para Wartawan sekarang bingung bila melihat begitu banyak organisasi Pers yang ada, tidak melambangkan sifat Independen lagi bila terikat pada satu organisasi. Apalagi Dewan Pers sering memposisikan sebagai Pengadil yang menilai bila suatu Pemberitaan yang lemah dari sisi Standar Perusahaan, itu disimpulkan sebagai bukan Karya Jurnalis dan dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana yang dapat diproses oleh aparat hukum (Polisi).

Padahal bisa saja Wartawan yang melakukan benar Karya Jurnalis tetapi tidak mengetahui status standar perusahaannya tempat ia bekerja, apakah berbentuk “PT” atau “CV”, dua hal yang berbeda tapi oleh Dewan Pers sudah menganggapnya sudah pelangggaran kode etik jurnalis, peraturan dan surat edaran Dewan Pers. Sedangkan bagi organisasi-organisasi yang tidak terakomodir di keanggotaan Dewan Pers, menganggap peraturan dan surat edaran Dewan Pers tidak berlaku alias sepihak.
Maka segala tindakan Dewan Pers sekarang sudah melenceng jauh dari Ruh Pers Indonesia yang sebenarnya. Sebagai Pers Pancasila yang menjadi Falsafah dan Pandangan hidup bagi insan Pers (Masyarakat Pers), Media Pers sebagai Mitra Mata dan Pendengar bagi Bangsa dan Negara Indonesia. Seharusnya diberdayakan bukan dengan cara tidak diakui dan lalu secara tidak langsung mempidanakan dengan mempersilahkan aparat hukum (Polisi) untuk menindak lanjuti.

Ini jadi suatu yang ironi, bukannya ada situasi proses yang berjalan seperti memberi Hak Jawab, Klarifikasi Media atas berita yg sudah termuat dan Media-media tersebut diberi kesempatan pada organisasinya untuk melakukan Klarifikasi (Pembelaan). Bila melihat Sepak terjang sekarang betullah bahwa Dewan Pers memperlakukan dirinya tidak lebih sebagai penguasa model Departemen Penerangan zaman Orba yang waktu itu bila tidak sepaham dengan aturan pemerintah, Media-media tersebut dibreidel dan dicabut SIUPP-nya.

Malah tindakan Dewan Pers bisa lebih dari model penguasa zaman Orba, memang tidak secara langsung membreidel dan mencabut SIUPP tetapi mengiring Media dan Wartawan untuk dipidanakan dengan pasal yang belum jelas hukumnya (Sumir).
Salah satu kejadiannya Dewan Pers melakukan tindakan intimidasi akan melaporkan ke Polisi Media "Jejak Kasus" & "Radar Bangsa" karena memberitakan Dewan Pers dlm penggunaan APBN.

Inilah hasil Pengamatan atas sepak terjang Dewan Pers sekarang, kiranya masyarakat yang peduli Pers termasuk khususnya ke 46 Anggota Komisi 1 DPR RI memanggil Ketua dan Anggota-anggota Dewan Pers untuk dimintai pertanggung jawabannya dan merekomendasikan agar Dewan Pers dibubarkan lalu dibentuk Majelis Pers sebagai penggantinya yang menyatukan seluruh organisasi-organisasi pers yang ada di seluruh Nusantara Indonesia.
Demikian info ini, semoga bermanfaat bagi kawan2 Pers se-Nusantara dan Masyarakat pada umumnya.
Salam Pers,
(Arfan Amir, SE.)