Ketua LPAI Rini Mulyati, Pengacara Pelaku harusnya tahu Norma -->

Breaking news

Live
Loading...

Ketua LPAI Rini Mulyati, Pengacara Pelaku harusnya tahu Norma

Thursday 26 April 2018


Lampung Timur (MI)- Terkait Sidang Kasus Dugaan Pencabulan dibawah umur, orang tua korban terpukul saat pengacara terdakwa tanyakan ke anak bagaimana cara pelaku mencabuli selasa 24/04.

Ungkapan kesedihan orang tua korban kasus pencabulan anak dibawah umur diungkapkan saat menemui Tim Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Kabupaten Lampung Timur (24/04). Orang tua korban menerangkan bahwa pada saat sidang pertama , saat anak nya dihadapkan diruang sidang, ditanya oleh pengacara yang diduga pelaku pencabulan dengan tanpa mengedepankan akidah dalam berbahasa.

" Sakit dan Shok saya saat mendengar pengacara itu mempertanyakan bagaimana cara pelaku pencabul melakukan nya terhadap anak saya dan pertanyaan itu ditujukan langsung kepada anak saya. " kata ayah dan ibu korban.

lebih jauh orang tua korban pencabulan dibawah umur menjelaskan bahwa dalam sidang banyak sekali pertanyaan pertanyaan pengacara yang dirasa tidak etis dikeluarkan didepan anak anak mereka.

"Perkataan dalam pertanyaan nya sangat membuka kembali luka luka yang sampai saat ini masih kental kami rasakan. sampai saya tidak kuat mengenangnya sehingga saya menangis lemas diruang sidang . " kata ayah korban sembari meneteskan air mata

Orang tua korban mengharapkan, jika pelaku dapat hukuman yang seberat beratnya, karena bukan hanya satu korban saja.

"Anak saya saat ini sudah malu untuk sekolah, anak saya sudah hancur masa depan nya, anak saya rusak mental nya. saya sangat berharap kepada hakim dan jaksa agar dapat memberikan hukuman yang setimpa. " tutup orang tua korban

Dilain pihak, Saat dikonfirmasi, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kabupaten Lampung Timur, Rini Mulyati mengatakan Sangat menyesalkan atas sikap pengacara dari pelaku pencabulan anak di dalam persidangan tersebut, seharusnya tahu norma-norma dalam bertanya, sebab pertanyaan tersebut itu dilontarkan tanpa memperhatikan hak-hak anak salah satunya hak untuk mendapat perlindungan dari keadaan yang menurut sifatnya belum layak untuk dilihat anak-anak.

"Sebenarnya dipersilahkan bagi pengacara tersebut untuk membela pelaku di persidangan, namun jika diluar konteks persidangan hendaknya mampu mengendalikan diri agar tidak mengeluarkan statement yang nantinya akan memancing reaksi negatif, Karena korban bukan hanya menderita trauma fisik akan tetapi juga trauma psikis akibat kejadian pencabulan tersebut, intinya silahkan lakukan pembelaan sebagai pengacara namun mohon perhatikan juga hak-hak anak Indonesia yang menjadi korban kekerasan." ujar Rini

Lebih lanjut ketua LPAI kabupaten lamtim ini mengharapkan kerjasama yang baik dari segala pihak untuk mewujudkan kabupaten layak anak, terlebih di era kepemimpinan Bupati sekarang ini sudah di bentuk group KLA (Kabupaten Layak Anak) demi terlaksananya cita-cita kabupaten lampung timur layak anak.

" Nah didalam grup ini terdiri dari semua elemen lembaga-lembaga masyarakat penggiat perlindungan terhadap anak, bekerja dan berusaha semaksimal mungkin dengan segala keterbatasan kami berkomitmen untuk menjadikan gerakan stop kekerasan terhadap anak menjadi langkah awal mewujudkan Lampung timur sebagai kabupaten layak anak dan sangat prihatin disaat semua elemen bekerja keras melakukan upaya-upaya perlindungan anak, justru ini ada yang notabene nya adalah tergabung dalam LPA (Lembaga Perlindungan Anak) provinsi lampung malah ikut berpihak kepada pelaku pencabulan "pungkas rini

Sebelumnya, di hadapan sejumlah awak media, salah satu Advokat dari terdakwa mengaku bahwa dirinya tergabung dalam organisasi Lembaga Perlindungan Anak untuk Provinsi Lampung (KPA-LPA.Red). Akan tetapi anehnya pengacara yang mengaku tergabung dalam organisasi tersebut justru malah membela pelaku.


Awalnya NH di laporkan ke Polres Lampung Timur oleh pihak keluarga korban setelah diketahui melakukan aksi bejatnya terhadap dua orang gadis yang masih di bawah umur, kedua korban berinisial FYS 14 tahun dan IPS 15 tahun. (Indra/*)