Inpres optimalisasi JKN presiden Jokowi disebut hanya untuk kumpulkan dana rakyat ditengah krisis -->

Breaking news

Live
Loading...

Inpres optimalisasi JKN presiden Jokowi disebut hanya untuk kumpulkan dana rakyat ditengah krisis

Tuesday 1 March 2022

Presiden Jokowi, dok. istimewa/ Fadli Zon: Saya melihat, Inpres ini dikeluarkan semata-mata hanya untuk mengejar dan mengumpulkan dana publik sebanyak-banyaknya, (1/3).


Jakarta - Anggota DPR RI Fadli Zon menyebut penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hanya untuk mengumpulkan dana rakyat di tengah krisis ekonomi akibat adanya pandemi Covid-19. 


Diketahui, Inpres Nomor 1 Tahun 2022 mewajibkan masyarakat yang akan mengurus SIM, STNK, jual beli tanah hingga naik haji dan umrah diwajibkan untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan.


"Saya melihat, Inpres ini dikeluarkan semata-mata hanya untuk mengejar dan mengumpulkan dana publik sebanyak-banyaknya," tulisan dalam akun Twitter pribadi Fadli Zon, Senin (28/2/2022). 


Politikus Partai Gerindra itu mengimbau agar Inpres Nomor 1 Tahun 2022 tidak menjadi alat pemaksaan BPJS. Sebab, tugas pemerintah itu mencari tahu atau memahami kendala yang dihadapi masyarakat mengapa tak daftar BPJS. 


"Inpres tersebut sangat tak adil bagi masyarakat. Di satu sisi masyarakat mau dipaksa menjadi peserta BPJS, namun sistem dan manfaat pelayanan BPJS sendiri masih kerap berubah-ubah," kicaunya. 


Ia menjelaskan, dahulu Presiden Jokowi sempat mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kelas I dari semula Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per bulan. 


Kemudian, Kelas II dari semula Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu per bulan; dan Kelas III dari semula Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per bulan.


Namun, pada bulan April 2020, Perpres itu dinyatakan tidak berlaku, sehingga besaran iuran BPJS kembali menjadi seperti yang diatur oleh Perpres No. 82 Tahun 2018, yaitu tarif sebelum kenaikan itu terjadi.


"Anehnya, pada Mei 2020, Presiden kembali mengeluarkan Perpres No. 64 Tahun 2020, yang merevisi kembali iuran BPJS Kesehatan yang berlaku mulai 1 Juli 2020, di mana iuran Kelas I ditetapkan jadi Rp150 ribu; Kelas II Rp100 ribu; dan Kelas III Rp42 ribu."


"Bongkar pasang regulasi hanya dalam hitungan bulan semacam itu tentu saja sangat membingungkan para peserta BPJS," cuit Fadli Zon.


Selain itu, pemerintah berencana menghapuskan kelas rawat inap BPJS, namun hingga saat ini peserta masih ditariki iuran berdasarkan kelas. Aturan ini tidak adil bagi peserta yang membayar iuran lebih mahal.


"Bisa jadi peserta selama ini membayar iuran Kelas I, tetapi saat giliran mereka mengklaim manfaat, mereka hanya bisa mengklaim standar rawat inap yang saat ini sebenarnya milik Kelas II."


"Mulai dari isu dana JHT (Jaminan Hari Tua) di BPJS Ketenagakerjaan, hingga syarat kepesertaan BPJS Kesehatan dalam Inpres No. 1 Tahun 2022, isu pokoknya sebenarnya bukanlah untuk melindungi dan menjamin hak-hak masyarakat." (dw/*)