Perda Trantibum Ancam PKL & Minimarket -->

Breaking news

Live
Loading...

Perda Trantibum Ancam PKL & Minimarket

Sunday 31 January 2016

Perda Trantibum Ancam PKL & Minimarket

Surabaya, Media Investigasi

Diberlakukannya Perda no 2 tahun 2014 tentang ketentraman dan ketertiban umum (Trantibum) bisa jadi bakal mengancam keberadaan PKL dan Minimarket yang diketahui belum dilengkapi perizinan sebagaimana mestinya, karena dalam penertiban ini bakal diberlakukan sangsi bagi penjual dan pembelinya sekaligus.
Betapa tidak, pernyataan Satpol-PP bahwa pemberlakuan aturan perda Trantibum juga akan mengatur keberadaan PKL liar, baik penjual maupun pembeli, spontan ditanggapi Camelia Habibah Bendahara Komisi C DPRD Surabaya.
Menurut anggota dewan asal PKB ini, sayogyanya Satpol-PP dengan tegas memberlakukan aturan perda secara umum tanpa tebang pilih, tidak hanya terkonsentrasi kepada kelompok PKL saja.
“Saya mengapresiasi acara diskusi dengan narasumber Satpol-PP Kota Surabaya terkait sosialisasi Perda no 2 tahun 2014 tentang Trantibum yang digelar oleh pokja wartawan, namun saya minta kepada Satpol-PP untuk memberlakukan aturan itu tanpa tebang pilih, jangan hanya ditujukan kepada PKL saja, apalagi ada kalimat penjual dan pembeli akan disangsi,” ucapnya. Jumat (29/1/2016).
Wakil rakyat dua periode ini juga mengatakan, hendaknya Pemkot Surabaya terus melakukan kajian terhadap keberadaan PKL, PKL binaan dan sejumlah sentra PKL yang telah terbangun. Artinya tidak hanya memberlakukan aturan saja, karena harus ada pertimbangan lainnya.
“Harusnya terus ada kajian lanjutan terhadap keberadaan PKL, berapa jumlah binaan Pemkot Surabaya, dan bagaimana kondisi sentar PKL yang telah dibangun, sehingga bisa menjadi rujukan untuk pemberlakuan aturan,” tandasnya.
Tidak hanya itu, Habibah juga meminta agar pemberlakukan aturan Perda no 2 tahun 2014 tidak hanya tertuju kepada PKL, tetapi juga tempat-tempat usaha lain yang diketahui dan terbukti belum dilengkapi dengan perizinanan sebagaimana mestinya.
“Jika aturan itu diberlakukan tanpa pandang bulu, maka bagaimana dengan sejumlah tempat usaha lain juga yang belum dilengkapi dengan perizinan, seperti rumah makan, RHU dan minimarket, apakah juga akan diberlakukan aturan yang sama yakni penjual dan pembeli dikenakan sangsi,” tukasnya.
Sebagai anggota dewan, Lanjut Habibah, memang masih melihat bahwa system perizinan satu atap di Pemkot Surabaya butuh perbaikan dan peningkatan system pelayanannya, agar sinergi dan koordinasinya diperbaiki lagi, karena jika ingin memberlakukan aturan perda itu juga harus dibarengi dengan percepatan pelayanan utamanya soal perizinan.
Terkait persoalan ratusan Minimarket tak berijin di Kota Surabaya, beberapa pengamat ekonomi di Kota Surabaya berpendapat bahwa sebaiknya dilakukan pemutihan saja, karena merupakan dosa pemerintahan sebelumnya. Setelahnya baru diberlakukan aturan, tetapi benar-benar secara serius dan tegas.
“Saya sepakat jika ada yang berpendapat seperti itu (dilakukan pemutihan perizinan minimarket-red), setelah itu baru diberlakukan aturan perdanya secara benar dan tegas, ini masukan yang bagus dan akan kami jadikan bahan diskusi dengan Pemkot Surabaya, agar persoalan minimarket tidak terus menjadi polemik yang tak berkesudahan,”(Widodo
)