Hal itu ditegaskan Gubernur Zaini terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe yang diteken Presiden RI Ir.Joko Widodo pada 17 Februari 2017.
Dalam PP tersebut, tiga kawasan yang diusul untuk menjadi kawasan ekonomi khusus, yaitu kompleks kilangArun, Kecamatan Dewantara, dan Desa Jamuan (lokasi pabrik PT KKA), resmi dan telah memiliki dasar hukum yang kuat sebagai KEK Arun Lhokseumawe.
Menurut Gubernur Zaini, dalam penetapan PP tersebut Pemerintah Pusat telah mengabaikan hak Aceh sebagai pengusul KEK tersebut.
Pemerintah Pusat dalam PP tersebut menunjuk sejumlah perusahaan plat merah sebagai konsorsium pengusul. Padahal, Pemerintah Aceh sebelumnya telah menandatangani surat pengusulan KEK Arun Lhokseumawe.
Dalam surat tersebut, status Pemerintah Aceh jelas tersebut sebagai pengusul.
Gubernur Zaini menjelaskan, sebagai pengusul, Pemerintah Aceh akan membentuk badan pengelola KEK dengan menunjuk Badan Usaha Milik Aceh (BUMA) yang akan mewakili kepentingan pemerintah Aceh untuk bekerja sama dengan BUMN dan investor lainnya dalam pengelolaan KEK Lhokseumawe.
Menurut Gubernur Zaini, status Pemerintah Aceh sebagai pengusul, tidak sekadar menjadikan konsorsium itu memiliki wewenang penuh mengendalikan KEK, namun juga berdampak pada keuntungan dari keberadaan kawasan khusus itu.
Dalam usulan yang diajukan Gubernur Zaini, KEK Arun Lhokseumawe berada di bawah kendali Pemerintah Aceh. Sedangkan badan usaha, terutama milik negara, yang beroperasidi KEK Arun Lhokseumawe, masuk sebagai mitra yang akan menghasilkan keuntungan untuk Aceh, bukan sebaliknya.Dengan demikian, keuntungan yang didapat oleh Aceh menjadi lebih besar dan akan langsung dimasukkan sebagai PendapatanAsli Daerah.
Untuk itu, Gubernur Zaini mengatakan akan segera menjumpai Presiden RI Ir.Joko Widodo untuk menjelaskan permasalahan tersebut.“Kami akan segera menjumpai presiden agar aturan ini dapat disesuaikan dengan kekhususan Aceh,”Kata Zaini.
Editor: Rosyid