Romahurmuziy divonis 2 tahun pejara, berikut jejaknya -->

Breaking news

Live
Loading...

Romahurmuziy divonis 2 tahun pejara, berikut jejaknya

Tuesday 21 January 2020


Rommy menjalani sidang perdana terkait kasus suap jual beli jabatan di jajaran Kemenag. Rommy didakwa menerima uang Rp 325 juta terkait jual beli jabatan di Kementerian Agama. 

Jakarta (MI)- Persidangan Ketua Umum PPP Romahurmuziy (Rommy) berakhir. Rommy dijatuhi vonis karena terbukti bersalah.

Berikut Jejak Rommy hingga akhirnya divonis:

Jumat, 15 Maret 2019

Rommy terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK terkait kasus suap jual-beli jabatan di Kementerian Agama. Rommy ditangkap KPK di Hotel Bumi, Surabaya pada Jumat 15 Maret 2019 sekitar pukul 09.00 WIB. Dia diduga menerima suap dari 2 pejabat Kemenag di Jawa Timur (Jatim), yaitu Haris Hasanudin dan M Muafaq Wirahadi agar membantu proses seleksi jabatan untuk keduanya. KPK juga mengamankan barang bukti uang di lokasi sebanyak Rp 156.758.000.

Sabtu, 16 Maret 2019

KPK menetapkan Rommy sebagai tersangka kasus dugaan suap jual-beli jabatan di Kemenag. Rommy dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Romahurmuziy yang mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye dengan kacamata hitam lalu keluar dari gedung KPK sekitar pukul 11.45 WIB. Rommy akhirnya ditahan KPK.

Rabu, 11 September 2019

Rommy menjalani sidang perdana terkait kasus suap jual beli jabatan di jajaran Kemenag. Rommy didakwa menerima uang Rp 325 juta terkait jual beli jabatan di Kementerian Agama. Dia didakwa menerima suap bersama-sama Menag Lukman Hakim Saifuddin.

"Terdakwa Muchammad Romahurmuziy selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara yakni selaku anggota DPR periode 2014-2019 yang diangkat berdasarkan keputusan Presiden nomor 92/P tahun 2014 sekaligus selaku ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bersama-sama dengan Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama RI periode 2014-2019," kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Uang Rp 325 juta itu disebut terkait dengan pemilihan Haris Hasanudin sebagai Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur. Rommy dan Lukman disebut jaksa melakukan intervensi langsung maupun tidak langsung terhadap proses pengangkatan Haris Hasanudin tersebut.

Rommy didakwa bersalah melanggar Pasal 12 huruf b UU Tipikor Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Senin 6 Januari 2020

Rommy dituntut 4 tahun penjara dalam kasus suap jual-beli jabatan Kementerian Agama (Kemenag) hari ini. Selain itu, dia dituntut membayar denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan.

"Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa M Romahurmuziy terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa KPK Wawan saat membacakan surat tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Raya, Jakarta, Senin (6/1/2020).

Majelis hakim juga mencabut hak politik eks Ketum PPP itu selama 5 tahun. Selain itu, Rommy dituntut membayar uang pengganti Rp 46,4 juta. Hukuman tambahan itu sebagai pengganti uang yang diyakini jaksa diterima Rommy dalam jual beli jabatan di Kemenag.

Senin 13 Januari 2020

Rommy membacakan nota pembelaan atau pleidoi terhadap tuntutan 4 tahun penjara dari jaksa KPK. Rommy membanding-bandingkan kasusnya dengan skandal lain.

"Mengapa KPK begitu sigap untuk dugaan Rp 346,4 juta dalam kasus saya? Atau untuk menyebut yang besaran gratifikasinya setara akhir-akhir ini, misal kasus Direktur Krakatau Steel yang senilai Rp 150-an juta? Juga kasus Sekjen Partai NasDem tahun 2016 yang nilainya Rp 200 juta?" kata Rommy ketika membacakan pleidoi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).

"Namun untuk Jiwasraya yang potensi kerugiannya mencapai Rp 27 triliun menurut BPK--lembaga audit resmi negara--KPK tidak kelihatan kemampuannya, bahkan untuk hanya sekadar mengendus. Begitu pun kasus Asabri, yang disinyalir Menko Polhukam potensi kerugiannya mencapai Rp 10 triliun. Atau selaku mantan anggota pansusnya. Saya menanyakan bagaimana kabar kasus Bank Century, yang kerugian negaranya sudah mencapai lebih dari Rp 3,5 triliun?" sambung Rommy.

Rommy menuding apa yang dilakukan KPK kepadanya hanya untuk menjatuhkan suara PPP dalam Pemilu 2019.

Senin 20 Januari 2020

Rommy divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta dengan hukuman 2 tahun penjara, denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Rommy disebut hakim terbukti bersalah menerima uang sekitar Rp 300 juta terkait jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag).

"Menyatakan terdakwa Romahurmuziy telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata hakim ketua Fahzal Hendri saat membacakan amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (20/1/2020).

"Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta," imbuhnya.

Namun, berbeda dengan jaksa KPK, ketua majelis hakim Fahzal Hendri tidak menjatuhkan hukuman politik ke Rommy. keputusan hakim Fahzal ini mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 42/PUU-XIII/2015 yang memperbolehkan eks napi maju dalam Pilkada, asalkan sudah mengumumkan kepada publik sebagai mantan narapidana. Dengan alasan itu, hakim tidak mencabut hak politik Rommy, dilansir detikcom Selasa (21/1/2020).

Dalam putusan ini, hakim juga menilai mantan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menerima uang Rp 70 juta dari Haris Hasanudin. Uang tersebut diberikan karena Haris ingin mendapatkan jabatan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur (Kanwil Kemenag Jatim).

"Menimbang baik terdakwa maupun Lukman Hakim Saifuddin mengetahui dan menghendaki dilakukannya perbuatan dan masing-masing dari mereka menyadari tentang perbuatan yang dilakukan tersebut adalah berbuatan yang dilarang, akan tetapi mereka tetap melakukan perbuatan tersebut serta saling membagi peran satu sama lain sehingga mewujudkan sempurnanya delik. Menimbang berdasarkan uraian di atas maka Ketentuan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan telah terbukti," papar hakim.