Covid-19 dalam Multipresfektif -->

Breaking news

Live
Loading...

Covid-19 dalam Multipresfektif

Saturday 6 June 2020


Pembatasan sosial berskala besar telah usai, mulai diberlakukannya New normal, tujuannya tak lain adalah untuk menghidupkan tingkat ekonomi masyarakat. Perdebatan tentang New normal di ruang publik semakin menguat. Ada yang pro terhadap pemberlakuaan New normal supaya kehidupan ekonomi masyarakat berjalan kembali.

Ada yang kontra dengan alasan akan mempertaruhkan kesehatan karena covid19 belum berhenti. Dua perdebatan ini masih terus berjalan termasuk didalam media sosial. Negara menginstruksikan agar fase new normal bisa berjalan dengan baik dan membuat protokol kesehatan  seperti mencuci tangan, menghindari menyentuh wajah, menerapkan etika batuk dan bersin, mengunakan masker, menjaga jarak sosial, isolasi mandiri, menjaga kesehatan. Protokol kesehatan yang dikeluarkan negara dalam situasi new normal hakikatnya pernah didokumentasikan beberapa abad yang lalu dalam Al-Quran termasuk oleh Nabi Muhammad SAW.
Hadist Nabi mengungkapkan bahwa” Kebersihan sebagaian dari iman” Manusia itu harus bersih jiwanya, pikirannya dan kesehatannya. Allah sudah mendokumentasikan dalam kitab sucinya bahwa protokol kesehatan sudah ada sebelum terjadinya covid19. 

Manusia diperintahkan untuk hidup sehat. Virus akan bisa dihadang manakalah manusia menerapkan pola hidup seperti yang nabi sampaikan kepada umatnya. Protokol kesehatan sudah ada sebelum teknologi dan sains maju seperti sekarang. Lantas ketika terjadi wabah covid19 semakin meluas dan belum efektif dihentikan, maka bagaimana sikap muslim menghadapi covid19?

Ada 4 Pendekatan yang harus dilakukan oleh seorang muslim. 

Pendekatan pertama adalah teologis: Seorang muslim menyakini bahwa doa memiliki kekuaatan yang signifikan untuk merubah kerja hukum kausalitas. Doa adalah senjata paling ampuh yang dimiliki oleh seorang Muslim untuk merubah keadaan termasuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Tidak ada kekuaatan yang dimiliki oleh seorang muslim melainkan dengan doa.

Kedua adalah Pendekatan Rasional, seorang muslim tidak hanya bertumpu kepada doa, melainkan perlu kerja ekstra menghadapi dan menyelesaikan wabah covid19.  Manusia  adalah makhluk istimewa dengan diberikannya akal oleh Allah. Allah menganugerahkan akal untuk bertindak dan agama sebagai rambu-rambu jalannya.
Dengan akal manusia beranjak dewasa dalam fisik dan kehalusan budi pekertinya. Dengan akal manusia memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan sebagai jalan mempermudah dan mengatasi berbagai persoalan hidupnya termasuk menyelesaikan persoalan covid19

Ketiga adalah Pendekatan Hukum, Negara dan Ulama sudah mengeluarkan aturan supaya kita tetap dirumah, ibadah dirumah, aktivitas kegiataan di rumah untuk menghentikan penyebaran Covid-19. 

Tetapi masih ada sebagai masyarakat yang tidak menghiraukan aturan Negara dan imbaun para ulama dengan alasan yang sangat teologis, bahwa kematian ada ditangan Allah, ada atau tidak ada covid-19 kematian pasti akan datang, maka kita tidak perlu takut dengan covid-19 dan tetap melakukan aktivitas seperti biasanya dan tidak sedikit masjid yang dibuka dan logika ini tidak salah termasuk di mesjid pasar Rebo dimana saya tinggal ditengah wabah Covid-19.

Mesjid ini buka setiap hari bahkan shalatnya berdekatan tanpa ada jarak sama sekali, bahkan ramadhan kemarin jemaah mesjidnya semakin banyak, mereka khusu melakukan aktivitas keagamaan, shalat taraweh, membaca Al-Quran, bahkan di 10 Terakhir begitu banyak orang melakukan itikaf seraya memohon pertolongan kepada Allah di setiap ada musibah dan wabah dengan tetap melakukan ikhtiar, memaksimalkan doa, bertawakal kepada Allah supaya covid19 bisa hilang di negeri tercinta Indonesia.

Tidak ada satu pun jemaah yang saya temukan di mesjid pasar rebo yang membicarakan wabah covid19, mereka khusu melakukan dzikir, dan shalat sunnah-sunaah yang lain dan saya melihat dengan mata sendiri, tidak ada kekhawatiran sama sekali dalam raut wajah jemaah mesjid pasar Rebo dalam menghadapi wabah covid19. Mereka tidak meninggalkan sama sekali shalat 5 waktu dalam sehari, ketika hampir semua masjid di Purwakarta di tutup. Mereka melakukan seluruh aktivitas tetap mengunakan standar protokol kesehatan.

Keempat pendekatan kesehatan, ketika kita mau menjalankan aktivitas dtengah gempuran covid19, maka alangkah baiknya kita mengunakan masker, berjaga jarak antar sesama, mengunakan sanitizer ketika selesai melakukan aktivitas diluar, memperkuat imunitas tubuh dengan memperbanyak memakan buah-buahan,  berolaraga secara teratur, istirahat yang cukup, menghindarkan dari kecemasan yang berlebihan dan selalu berfikir positif, karena segala penyakit berawal dari pikiran yang tidak terkontrol dengan baik.

Disamping 4 Pendekatan dalam menghadapi wabah covid19. Ibadah kemanusian pun perlu dilakukan untuk membantu saudara-saudara kita yang terpapar atau terdampak covid19. Tidak akan disebut sebagai seorang beriman, ketika tidak memiliki kepekaan sosial. Dalam diskursus sosiologi Islam “Keimanan yang tidak melahirkan keshalehan sosial adalah keimanan yang tidak bermakna sama sekali dihadapan Allah.

Meminjam ungkapkan KH Husein Muhammad pengasuh Pondok pesantren Dar-At-Tauhid Cirebon, bahwa ritual-ritual personal yang tidak melahirkan keshalehan sosial maka itu sebuah kebangkrutan beragama, lebih lagi jika melahirkan sikap-sikap hidup destruktif. Sikap kemanusian sangat diperlukan dalam menghadapi covid19 yang hingga kini belum ada vaksinnya.
Ibadah kemanusian perlu terus ditingkatkan dan dijaga dengan baik. Memberikan sebagaian harta yang kita cintai kepada orang-orang yang sangat membutuhkan terutama dalam masa pademic global ini akan membantu kehidupan saudara-saudara kita yang sebagaian sedang dirawat dirumah akibat terpapar Covid-19.

Membantu mereka dengan penuh kasih sayang dan kelembutan merupakan keimanan yang sempurna seperti telah diungkapkan dalam Al-Qurang surah Al-Baqarah ayat 177 bahwa kebaikan sejati tidak terletak pada penghambaan diri manusia kepada Allah dengan melaksanakan ibadah mahdhah semata, menghadapkan wajah ke timur atau ke barat,tetapi meningkatkan solidaritas kemanusian. Keimanan dan kemanusian yang bersinergi akan membuat diri seseorang menjadi manusia yang memiliki kekuatan intelektual, emosional, spiritual. Shaleh secara keimanan, shaleh secara sosial.
Ada sebuah ungkapan dari ulama besar iran, syech Muhammad Taqi Bahjat, seorang sufi, zuhud dan takwa, mengungkapkan bahwa agama bukanlah hanya berada di mihrab-mihrab tempat pengasingan atau diatas sajadah-sajadah harum, ada di even-even ritual dan majelis-majelis dzikir semata. Ia berada di perut orang-orang yang lapar, saudara yang sedang sakit dibantu, pada mereka yang memiliki hutang dan tak mampu membayar.
Agama ada pada tangisan terasing anak-anak tanpa orangtua. Negara harus memastikan seluruh kebutuhan masyarakat dibawah terpenuhi kebutuhan, pasien yang terpapar positif covid19 segera diatasi dan sembuh. Anggaran negara harus tersalurkan dengan baik dalam menghadapi situasi covid19 dan kebutuhan masyarakat semuanya terpenuhi.

Jika  empat pendekatan diatasi kita terapkan dalam menghadapi wabah covid19, maka hidup kita akan sehat, pikiran akan jernih, jiwa akan stabil, badan akan semakin sehat, ibadah akan semakin lebih khusu, bekerja lebih semangat, dan beraktivitas akan berjalan dengan baik, kehidupan akan semakin normal seperti semula dan terhindar dari berbagai macam penyakit. Mari kita berikhtiar dengan sungguh-sungguh, membantu tenaga medis yang menjadi garda terdepan serta memohon doa kepada Allah secara istiqomah supaya covid19 cepat selesai.

Penulis adalah Muhammad Awod Faraz Bajri (Alumnus Pascasarjan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung/ Ketua program Studi Ilmu Al-Quran Dan Tafsir Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Muhajirin Purwakarta/ Pengiat Literasi keislaman.