Sejarah : Tempat hukuman mati Kampung Pecah Kulit, tercatat tersadis ! -->

Breaking news

Live
Loading...

Sejarah : Tempat hukuman mati Kampung Pecah Kulit, tercatat tersadis !

Wednesday 6 January 2021



"Pieter Erberveld, Pria Eropa yang Dihukum Paling Sadis Selama Masa Kolonial Belanda".


Jakarta - Lama dijajah Belanda mengakibatkan Indonesia memiliki kisah sejarah yang panjang dan beragam. Salah satunya datang dari Pieter Erberveld. Namanya memang tak setenar kisah lainnya yang terjadi di Batavia seperti Pitung atau Jampang.

Namun nama Pieter Erberveld diabadikan dalam 3 simbol yang berbeda. Pemberontak terkutuk bagi Belanda, simbol perlawanan terhadap kolonial bagi Jepang dan pejuang kemerdekaan bagi Indonesia.

Pieter Erberveld adalah seorang Indo Jerman-Siam yang bekerja di Batavia. Ia merupakan seorang pengusaha keturunan Belanda-Jerman yang dituding melakukan makar terhadap pemerintahan Hindia Belanda. 

Bahkan hukuman yang dijatuhkan padanya menjadi hukuman terkejam yang tak pernah dibayangkan manusia sebelumnya. Seperti apa sih kisahnya?

Sosok Pieter Erberveld yang dekat dengan pribumi.

Pieter Erberveld dilahirkan dari seorang ayah yang merupakan pengusaha kulit berasal dari kota Elberfeld, Jerman dan seorang ibu yang berasal dari Siam (Thailand).

Namun ada juga yang mengatakan bahwa sang ibu berasal dari Jawa. Pieter merupakan pengusaha kaya yang tinggal di Kawasan elit bernama Jacatraweg, tempat para pejabat Hindia Belanda bermukim.

Kekayaannya berasal dari sang ayah, Pieter Erberveld senior yang merantau ke Amsterdam pada 1670. Disana ia bergabung dengan VOC dan menjadi prajurit kavaleri.

Disebut bahwa Pieter Erberveld senior juga menjadi salah satu orang kepercayaan Cornelis Speelman, Gubernur Jenderal Hindia-Belanda.

Walaupun berdarah Eropa, nyatanya ia begitu dekat dengan pribumi. Hal ini lantaran ketidakadilan pemerintah Batavia dalam kasus tanah di wilayah Pondok Bambu.

Ia merasa dirugikan ketika pemerintah kolonial menyita ratusan hektar tanah miliknya karena tanah tersebut tak memiliki izin dari pejabat berwenang.

Menaruh kebencian yang sama, Erberveld mendapat simpati dan dukungan dari pribumi. Akibat kedekatannya, ia malah dijatuhi hukuman tambahan, yakni dikenakan denda berupa 3.300 ikat padi yang harus dibayarkan pada pemerintah. 

Bukannya kapok, ia justru menjadi-jadi dan menyebabkan hubungan baiknya dengan warga Belanda di Batavia merenggang.

Kerja sama dengan ningrat asal Banten merencanakan pemberontakan.

Tak berhenti sampai disitu, Pieter Erberveld bersama dengan ningrat asal Banten, Raden Kartadria, merancang pemberontakan.

Pada 1721, keduanya berencana membunuh semua warga Belanda di Batavia. Hal ini rencananya akan mereka lakukan di malam tahun baru 1722 di saat pengamanan melemah.

Namun rencana tak semulus harapan mereka. Rencana ini bocor lantaran seorang budah melaporkannya kepada kompeni.

Akibatnya, tiga hari sebelum rencana itu terlaksana, Pieter Erberveld, Raden Kartadria beserta semua anak buah mereka yang ikut pertemuan rencana pemberontakan berhasil diringkus.

Menerima hukuman terkejam yang dijatuhkan pemerintah Hindia Belanda.

Hanya dalam waktu 4 bulan berada di kurungan, Pieter Erberveld, Raden Katadria dan pengikutna dijatuhi hukuman mati. Ekseskusi dilaksanakan pada 22 April 1722.

Berbeda dengan hukuman mati yang biasa dilakukan dengan cara digantung atau dipancung di depan Stadhuis, hukuman mati bagi Pieter Erberveld dilaksanakan di Kampung Pecah Kulit.

Dalam buku Betawi, Queen of East, Alwi Shahab menggambarkan hukuman mati ini dengan sangat sadis. Kedua kaki dan tangan masing-masing diikat pada seekor kuda.

“Tubuh mereka semua dicincang dan jantungnya dicopot. Lalu badan mereka ditarik dengan empat ekor kuda yang berlari secara berlawanan ke empat penjuru, sampai pecah-pecah menjadi empat bagian,” tulis Alwi Shihab.

Bagian kepala dibuat menjadi monumen oleh pemerintah kolonial.

Kepala Pieter Erberveld juga dipenggal dan ditancapkan pada sebuah lembing. Pemerintah kolonial akhirnya menjadikannya monument yang dipancangkan depan kediamannya.

Monument itu dimaksudkan menjadi peringatan agar pihak yang berani melawan Belanda akan menghadapi nasib yang sama.

“Sebagai kenang-kenangan yang menjijikkan atas dihukumnya sang pengkhianat: Pieter Erberveld. Karena itu dipermaklumkan kepada siapa pun, mulai sekarang tidak diperkenankan untuk membangun dengan kayu, meletakkan batu bata dan menanam apa pun di tempat ini dan sekitarnya. Batavia, 14 April 1722,” tertulis dalam monumen tersebut.

Sejak invansi Jepang ke Indonesia pada 1942, tugu itu dihancurkan, tetapi prasastinya dapat diselamatkan. Replikanya akhirnya didirikan kembali, dilansir dailysia.com (6/1).

Sejak 1985, monumen itu dipindahkan ke Museum Prasasti Jakarta karena tempat tugu itu berdiri kini menjadi showroom mobil.

Sedangkan daerah tempat hukuman mati itu dilakukan kini bernama Kampung Pecah Kulit. Terletak di dekat Gereja Sion, tak jauh dari Stasiun Jayakarta.

Artikel ini sudah rilis di :
https://www.dailysia.com/pieter-erberveld-pria-eropa-yang-dihukum-paling-sadis-selama-masa-kolonial-belanda/