Marwah, Harga Diri dan Martabat TNI AD Prinsipnya Harga Mati Bagi Junior Tumilaar -->

Breaking news

Live
Loading...

Marwah, Harga Diri dan Martabat TNI AD Prinsipnya Harga Mati Bagi Junior Tumilaar

Thursday 14 October 2021

Jacob Ereste :


Jakarta - Meski akhirnya Brigjen TNI Tumilaar mendapat jabatan baru sebagai Staf Khusus Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jendral Andika Perkasa, namun  sanksi yang dikenakan pada Brigjen Junior Tumilaar sebagai Inspektur Kodam (Irdam) XIII/ Merdeka harus klier dan disekesaikan secars transparan. Sebab rakyat banyak aktif dan cermat mengikuti polah tingkah aparat dan ingin tahu sanksi apa atau penghargaan semacam apa  yang pantas diterima atau diberikan kepada mereka, baik yang terlibat maupun mereka yang berbuat. Karena yang utama agar  masalah serupa tidak menjadi preseden buruk bagi segenap prajurit TNI AD khususnya untuk memberi perlindungan terhadap rakyat. Apalagi niat baik itu jadi tersumbat.


Pencopotan Brigjen Junior Tumilaar - setelah mendengar  diklarifikasi dari dirinynya oleh Pusat Polisi Militer TNI AD (Puspom AD) - telah  menyimpulkan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Jenderal bintang satu ini. Anggapan terhadap fakta dan perbuatan melawan hukum ini, kata Komandan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Danpuspomad), Letjen Chandra W Sukotjo dalam siaran persnya di Jakarta, Sabtu 9 Oktober 2021, menyatakan bahwa Brigjen Junior Tumilaar, terkait dengan pernyataannya itu telah melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu Disiplin Militer dan pelanggaran Hukum Pidana Militer sesuai Pasal 126 KUHPM dan Pasal 103 ayat (1) KUHPM.


“Atas adanya indikasi pelanggaran hukum disiplin militer dan pelanggaran hukum pidana militer ini,  maka Puspom AD akan melanjutkan prosesnya lebih lanjut terhadap Brigjen TNI Junior Tumilaar. Karena dua harus dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Karena itu, proses hukum terhadap dirinya untuk mempermudah proses tersebut ia dibebastugaskan.


Namun kemudian, kebijakan Kepala Staf Angkatan Darat pada 8 Oktober 2021, mengeluarkan Surat Perintah Pembebasan dari Tugas & Tanggung Jawab Jabatan Brigjen TNI Junior Tumilaar sebagai Inspektur Kodam XIII Merdeka.


Dalam versi Brigjen Junior Tumilaar sendiri, pencopotan dirinya dari Irdam Merdeka), sudah sangat dia pahami resikonya. (NesiaTimes.Com).


11 Oktober 2021). Resiko dari surat terbuka yang dia buat untuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sudah dia duga sebelumnya akan mendapat reaksi dari Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspomad) dan menjalani harus menjalani proses pemeriksaan terhadap dirinya.


Adapun mengenai pencopotan dirinya dari jabatannya Irdam XIII/ Merdeka, dia pun mengaku pasrah terhadap Mabesad bila menganggapnya bersalah. Junior Tumilaar mengaku siap menghadapi semua sanksi itu atau hukuman yang akan ditimpakan pada dirinya.


Sikapnya yang teguh dan ikhkas ini seperti yang diungkapkannya kemudian. “Jabatan itu hanya amanah, kalau diambil ya harus siap, jangan pernah dipikirkan,” tuturnya ikhwal resiko yang harus diterima, Minggu (10/10/2021), seperti dikutip dari Republkka.Com


Sikap jujur dan ikhlas Brigjen Junior Tumilaar patut mendapat apresiasi dan simpati dari berbagai pihak. Karens dia telah memberi contoh nyata dari rasa tanggung jawab seorang prajurit dalam menjaga marwah dirinya, kesatuan TNI AD dan kehormatan anak buahnya yang berada dibawah tanggung jawabnya sebagai atasan dari seorang Babinsa yang bertugas di wilayah tugasnya.


Brigjen Junior Tumilaar sudah siap untuk masuk masa pensiun, pada Mei 2022. Karena itu dia pun sadar dan siap dengan keteguhan hati memutuskan hendak menjadi guru.


Sebelumnya, Junior Tumilaar memang sempat berkirim surat terbuka kepada Kapolri sebagai bentuk protes, karena lembaga kepolisian Sulawesi Utara memanggil dan memeriksa anak buahnya, seorang Bintara Pembina Desa (Babinsa). Menurut dia, ada kekeliruan dari pihak kepolisian setempat, seperti telah disampaikan pula dalam forum resmi kepada Polda Sulut serta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sulut. Tetapi, lapirannya tidak ada tindak lanjut apapun dari pihak-pihak terkait, bahkan seperti dianggap tak ada persoalan apa-apa. Itulah sebabnya dia merasa perlu dan patut membuat surat terbuka kepada Kapolri untuk memberi perhatian pada keculasan bawahannya di Sjlawesi Utara yang bertinsak semena-mena itu. Sebab upayanya untuk segera menyelesaikan kasus yang semena-mena dilakukan oleh aparat terhadap aparat TNI AD yang juga bertugas, tidak bisa dibiarkan. Apalagi perilaku itu sekan-akan mendapat restu dari Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sulawesi Utara, sehingga pihak aparat setempat seakan sepakat, arau telah jadi sindikat untuk berbuat dan bersikap sewenang-wenang itu, hanya demi uang.


Surat terbuka kepada Kapolri yang ditembuskan kepada Panglima TNI, KSAD, dan Pangdam XIII Merdeka itu, jelas menunjukkan sikap yang taat azas dan menghormati semua instansi yang terkait untuk memberikan sikap, perhatian. Sehingga tidak perlu menjadi perbicaraan dan perhatian banyak pihak. Setidaknya, sikap dan tindakan Brigjen Junior Tumilaar dapat menjadi contoh, cermin dari sosok seorang prajurit sehayi yang jelas berpihak pada kebenaran dan wong cilik.


Sebagai Irdam yang bertugas mengawasi, Junior yang berada dibawah asuhannya, Junior Tumilaar pantas menjaga korsa dan institusinya untuk tidak  disepelekan, tidak dihormati, serta dilecehkan oleh institusi lain.


Keberanian Brigjen TNI AD Junior Tumilaar pantas dan patut diapresiasi, karena dia bersikap dan bertindak bukan untuk kepentingan dan keuntungan dirinya sendiri. Karena sebagai atasan dari seorang prajurit yang berada dibawah tanggung jawab serta pengawasan yang sepenuhnya dari dirinya sebagai atasan, pantas dan patut untuk tidak menerima perlakuan degil yang semaunya sendiri itu kepada institusi TNI AD yang menjadi wadah organisasi pengabdiannya untuk bangsa dan negara.


Karenanya, atas kejanggalan kasus ini, bukan saja nama baik Brigjen Junior Tumilaar  perlu dipulihkan, tetapi juga indikasi dari sindikat di lingkungan Forkopimda Sulawesi Utara perlu diusut dan ditelusuri hingga jelas dan tintas. Jika tidak, kasus yang mendera Junior Tumilaar tidak akan ada manfaatnya, kecuali hanya menggeser kedudukan Junior Tumilaar dari Jabatannya dari wilayah sengketa yang terkesan penuh mesterinya itu.


Brigjen Junior  Tumilaar sungguh patut dipuji karena berani mengambil resiko dan rela berkorban demi institusi TNI AD, Kodam, serta rakyat Sulawesi Utara, tempat ia berdinas. Ia pun sudah bertugas di enam Kodam di Indonesia hingga cukup memahami masalahan rakyat, salah satunya soal pertanahan. Dan sebagai perwira Korps Zeni, Junior Tumilaar wajar memiliki banyak  ilmu pengetshuan  tentang tanah dan asal-usul tanah, termasuk dokumen pertanahan dari zaman Kolonial Belanda. Karena dia serius dan tekun mempelajari status tanah milik PT Ciputra International, atau dari Perumahan Citraland yang menjadi pemantik masalah krusial ini.


Yang pasti Junior Tumilaar  merasa ada kejanggalan, karena bagaimana mungkin mereka bisa menguasai tanah  rakyat, tanah ulayat, dan tanah adat dengan begitu mudah dan gampang, bila tidak dilindungi oleh aparat setempat. Sebab rakyat akan selalu melakukan perlawanan, walau pada akhirnya tetap kalah juga. Atau harus dikalahkan juga demi pundi-pundi dari pengusaha.

 

Cilakanya, soal tanah dan lahan seperti itu sudah berlangsung sejak lama, namun tidak ada yang berani melawan atau setidak-tidaknya mencegah kezaliman itu. Dan hingga saatnya,  ada Babinsa yang mau membela rakyat, namun pihak kepolisian justru melakukan intimidasi dan pemeriksaan terhadap Babinsa yang patriotis itu. Dan Junior Tumilaar pun merasa perlu dan wajib mendukung anak buahnya  yang patriotis itu. Ia pun bersurat secara terbuka kepada Kapolri. Tapi terap diganjal oleh banyak pihak.


Jadi jelas apanya yang salah dari Babinsa dan Irdam XIII Merdeka yang merasa justru tak merdeka itu ?


Setidaknya pihak Puspom AD pun meyimpulkan adanya tindak pelanggaran yang telah dilakukan Junior Tumilaar ?


Seyogyanya, sanksi yang dikenakan kepada Junior Tumilaar perlu ditinjau ulang, sebab kejanggalan justru semakin nyata, adanya hal yang tidak beres dalam proses peralihan hak atas tanah di daerah Sulawesi Selatan itu.


Dalam perspektif sufi, Eko Sriyanto Galgendu justru "Membaca Straregi Bidak Catur Brigjen TNI AD Junior Tumilaar dan Pimpinan TNI" penun misteri menarik, tidak hanya secara fenomenologi ilmu dasar geopolitik, tapi juga dalam geososial dan geobudaya negeri kita yang makin memanas. (dw/*)