KPK, Berkas Fakta Kasus Dugaan Suap PLTU Riau-1 Rampung -->

Breaking news

Live
Loading...

KPK, Berkas Fakta Kasus Dugaan Suap PLTU Riau-1 Rampung

Friday 9 November 2018

Jakarta, (MI)- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan berkas tersangka mantan Wakil Ketua Komisi VII, Eni Maulani Saragih. Bahkan penyidik KPK mempertajam beberapa fakta terkait kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1.

"Kami mempertajam beberapa fakta yang didapatkan sebelumnya, misalnya terkait dengan pertemuan dugaan adanya janji, penerimaan janji ya nanti kalau sudah realisasi proyeknya itu didapatkan berapa misalnya dan pembicara-pembicaraan lain terkait dengan proyek PLTU Riau-1," kata Jurubicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, dilansir RMOL Kamis (8/11) malam.

Diketahui, Eni sudah mengakui penerimaan-penerimaan terkait proyek PLTU Riau-1, pertemuan dan peran pihak-pihak lain baik yang sudah menjadi tersangka ataupun saksi dalam kasus ini, seperti dari unsur politisi ataupun BUMN. Pada Kamis (8/11), dalam rangka melengkapi berkas Eni, KPK memperdengarkan rekaman komunikasi Idrus dan Eni.

Dalam dakwaan Johannes B Kotjo didakwa telah memberi suap Rp 4,7 miliar kepada anggota Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham. Uang suap diperuntukkan agar Eni mengarahkan PLN menunjuk Blackgold Natural Resources, perusahaan milik Kotjo, mendapat bagian dari proyek PLTU Riau 1. Uang diberikan Kotjo kepada Eni sebanyak dua kali yakni 18 Desember 2017 dan 14 Maret 2018, dengan masing-masing besaran Rp 2 miliar.

Dalam kesepakatan keduanya, Kotjo akan mendapat komitmen fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek atau sekitar 25 juta dolar AS. Adapun nilai proyek itu sendiri sebesar 900 juta dolar AS.

Baca juga : KPK Panggilan Saksi Pertama, Terkait Meikarta

Dalam kasus ini, KPK  menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I, yakni bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) yang sudah menjadi terdakwa, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI EniMaulani Saragih (EMS), serta mantan Menteri Sosial Idrus Marham (IM).
[red]