Menzalimi 57 Pegawai KPK : Disingkirkan dan Tidak Diberi Pesangon -->

Breaking news

Live
Loading...

Menzalimi 57 Pegawai KPK : Disingkirkan dan Tidak Diberi Pesangon

Wednesday 22 September 2021

Jacob Ereste :


Jakarta - Direktur Sosialisasi Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono mengungkapkan sikap KPK terhadap 57 orang pegawai KPK yang diberhentikan akibat tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). Dia juga  mengaku dirinya bersama 56 pegawai lain  diberhentikan tanpa mendapatkan dana pesangon dan pensiun, Jakarta, 21 September 2020.


Sikap KPK yang semena-mena ini membuktikan memang tidak punya itikad baik dalam proses penerimaan pegawai yang sungsang itu.


Setidaknya, pihak KPK tidak memikirkan bagaimana dengan nasib pegawainya yang tidak diterima itu, padahal hampir seluruh mereka telah mengantongi jam kerja yang sudah teruji dengan bekerja tanpa cela bersama KPK sebelumnya.


Nasib 57 pegawai KPK yang dianggap tidak lulus tagapan seleksi menjadi pegawai negeri ini menambah jumlah masalah ketenagakerjaan di Indknesia yang digasak pandemi Covid-19 dan varian Delta hingga banyak buruh yang di runahkan atau bahkan berstatus PHK juga.


Sikap KPK yang abai pada eks karyawan atau pekerja yang tidak keteritima menjadi pegawai tetap KPK ini jelas berlawanan dengan apa yang diatur oleh Surat Keputusan (SK) pemberhentian yang diberikan  KPK. Karena SK tersebut hanya terkesan saja telah memberikan tunjangan pada para pegawai yang diberhentikan.


Namun realitasnya, tunjangan yang dimaksud dalam SK itu adalah uang tabungan milik  57 pegawai yang tak lolos TWK. Jadi jelas tak ada uang pesangon sebagaimana diatuf oleh UU No. 13 Tahun 2000 tentang Ketenafajerjaan.


Semua pegawai KPK yang dipecat itu tidak memperoleh uang pesangon dan uang pesiun.


Karenanya ada baiknya pegawsi KPK yang di--PHK denfan cara sekeksi yang bermasalah itu melakukan gugatan, baik melalui pengadilan penyekesauan hubungan industrial maupun pengadilan umum. Sebab hanya dengan begitu dapat diperoleh kepastian apakah keadilan masih bisa diharapkan bagi wong cilik yang tidak mendapat perhatian yang sepatutnya dari prnegsk hukum.


Tabungan dalam bentuk tunjangan untuk hari tua dan BPJS memang tidak dapat disebut sebagai uang pesangon. Jadi kalau benar dari kedua sumber itu diklsjm sebagai uang pesangon, jelas dalam kasus yang mengkkaim menjadi uang pesangln itu perlu ditetapkan melalui pengadilan. Boleh jadi masalahnya pun dapat dikatagorikan sebagai tindak penipuan atau minimal wan prestasi yang sungguh naib.


Belum lagi bagi mereka sebagai karyawan yang ditransfer dari instansi tertentu dari lingkungan pemerintah, pasti lebih runyam statusnya. Hingga kesan mereka yang tidak dapat diterima sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) itu memang hendak dicampakkan, meski rata-rata dari mereka itu sudah ikut berjasa menyelamatkan uang negara dari para koruptor.


Tanggapan miring Giri Suprapdiono tentang tunjangan yang tercantum dalam SK akan diupayakan penyalurannya ke sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanya akal-akalan saja. Toh, realisasinya tak ada. Karena memang tampaknya hanya sekedar  untuk menampilkan kesan bahwa mereka telah melakukan “kebaikan” kepada para pegawai yang diberhentikan.


Kawan-kawan Giri Suprapdiono yang tegas dan tegar bersikap bahwa kedzaliman dalam bentuk apapu -- utamanta yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi harus tetap dilawan, tampak mendapat sambutan simpatik dari berbagai elemen masyarakat.


“Kedzaliman dan pengkhianatan dalam pemberantasan korupsi tidak bisa kita diamkan. Harus kita lawan,” ucap pengajar wawasan kebangsaan di sejumlah lembaga pendidikan dan negara tersebut.


Cuitan Giri Suprapdiono, meski harus  diberhentikan akibat tidak lolos  TWK,  ia mengaku tetap bahagia dengan usaha  beternak ikan lele, berjualan gorengan hingga penulis buku.


Semua pekerjaan itu jauh lebih baik daripada talah menggadaikan diri kepada para  garong uang rakyat seperti penyidik KPK  yang terlibat suap dengan Wali Kota Tanjung Balai.


57 pegawai KPK yang dianggap tak lolos TWK telah diberhentikan secara hormat oleh KPK pada 30 September 202.


Tragika pegawai KPK ini semakin menambah jumlah masalah ketenagakerjaan di Indonedia yang tak pernah kunjung rampung. Apalagi nanti, jika gugatan 57 karyawan yang merasa dizalimi itu nanti naik ke meja pengadilan. (rs/*)