Jakarta, (MI) - KPK menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan sistem air minum (SPAM) di Kementerian PUPR. Tersangka baru itu adalah anggota BPK Rizal Djalil.
"KPK membuka penyidikan baru dengan 2 orang tersangka RIZ (Rizal Djalil) anggota BPK dan LJP (Leonardo Jusminarta Prasetyo) Komisaris PT MD (Minarta Dutahutama)," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, dilansir detik.com, Rabu (25/9/2019).
Awalnya BPK pada Oktober 2016 melakukan pemeriksaan pada Direktorat SPAM Kementerian PUPR. Surat itu ditandatangani Rizal sebagai anggota BPK IV saat itu.
"Surat tugas adalah untuk melaksanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu atas Pengelolaan Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi Air Limbah pada Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR dan Instansi Terkait Tahun 2014, 2015 dan 2016 di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan barat dan Jambi," kata Saut.
Dari pemeriksaan, BPK menemukan hilangnya anggaran dari Rp 18 miliar menjadi Rp 4,2 miliar. Namun sebelum itu rupanya Direktur SPAM sudah mendapat pesan permintaan uang sebesar Rp 2,3 miliar.
"Tersangka RIZ diduga pernah memanggil Direktur SPAM ke kantornya, kemudian menyampaikan akan ada pihak yang mewakilinya untuk bertemu dengan Direktur SPAM," sebut Saut.
"Selanjutnya perwakilan RIZ datang ke Direktur SPAM dan menyampaikan ingin ikut serta dalam pelaksanaan/kegiatan proyek di lingkungan Direktorat SPAM. Proyek yang diminati adalah proyek SPAM Jaringan Distribusi Utama (JDU) Hongaria dengan pagu anggaran Rp 79,27 miliar," imbuh Saut.
Pada akhirnya proyek itu dikerjakan PT MD atas arahan Rizal. Dia pun mendapatkan uang SGD 100 ribu dari Leonardo.
Rizal pun ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Leonardo sebagai pihak yang diduga pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.