ORI terima aduan, Lapas Narkotika Yogyakarta membantah adanya penganiayaan -->

Breaking news

Live
Loading...

ORI terima aduan, Lapas Narkotika Yogyakarta membantah adanya penganiayaan

Tuesday 2 November 2021

Hal tersebut tidak benar karena seluruh kegiatan pembinaan kepada warga binaan maupun tahanan dilakukan sesuai standar operasional prosedur (SOP), dok. istimewa (2/11).


Yogyakarta - Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas II A Yogyakarta di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Cahyo Dewanto membantah adanya dugaan penganiayaan terhadap sejumlah narapidana di lapas setempat.


Cahyo Dewanto melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Selasa (2/11), mengklaim bahwa hal tersebut tidak benar karena seluruh kegiatan pembinaan kepada warga binaan maupun tahanan dilakukan sesuai standar operasional prosedur (SOP).


"Semua kegiatan pembinaan dilakukan sesuai SOP secara proporsional dan terukur untuk peningkatan mental, fisik, dan disiplin. Hal ini tentunya agar terjadi perubahan sikap dan perilaku narapidana ke arah yang lebih baik," kata Cahyo.


Menurut dia, informasi yang bersumber dari eks narapidana Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta yang mengaku adanya pemukulan menggunakan selang, kabel listrik, dan kekerasan lainnya tidak sesuai dengan apa yang dilaksanakan oleh petugas Lapas Narkotika Yogyakarta sehari-hari.


"Tidak benar. Semua penerimaan narapidana maupun tahanan pun dilakukan secara terukur dan sesuai SOP serta protokol kesehatan COVID-19," ujar dia.


Terkait informasi adanya penyiksaan hingga waktu subuh, Cahyo menjelaskan hal tersebut tidak sesuai fakta lantaran pada pukul 17.00 WIB kunci kamar hunian telah dimasukkan ke dalam kotak kunci.


Setiap hari, tutur Cahyo, kotak kunci tersebut diserahkan oleh regu pengamanan kepada Kalapas untuk disimpan dan diambil kembali keesokan harinya pada pukul 05.00 WIB.


Lebih lanjut, Kalapas membeberkan bahwa dalam proses penempatan narapidana atau tahanan di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta berdasarkan hasil asesmen mereka masing-masing.


"Kami pisahkan antara narapidana risiko tinggi, risiko menengah, dan risiko minimum," jelas dia.


Cahyo juga menerangkan kronologi eks narapidana yang melaporkan hal ini, Vincentius Titih Gita Arupadatu yang dipindahkan ke Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta dari Rutan Kelas II A Yogyakarta pada 12 April 2021 langsung diisolasi mandiri selama 14 hari dengan masa pengenalan lingkungan (mapenaling) selama satu bulan.


Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, kata dia, meniadakan kegiatan pemindahan kamar pada periode Juni sampai Agustus 2021 lantaran adanya penyebaran COVID-19.


Sementara, eks narapidana Vincentius kala itu dipindahkan ke Paviliun Cempaka dengan dasar adanya komorbid atau penyakit bawaan, namun yang bersangkutan melakukan pelanggaran dan dipindahkan ke kamar risiko tinggi untuk mapenaling ulang.


Ia menuturkan Vincentius telah bebas dari Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta melalui Cuti Bersyarat (CB) sejak 19 Oktober 2021 dan masih dalam proses pembimbingan oleh Balai Pemasyarakatan.


"Jadi sekali lagi saya tegaskan tidak benar pernyataan yang bersangkutan bahwa tidak bisa mengurus CB,” ungkap Cahyo.


Ia mengatakan Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta meyakini seluruh pelaksanaan kegiatan pembinaan narapidana atau tahanan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.


"Output" dari kegiatan pembinaan tersebut, kata Cahyo, yakni adanya perubahan sikap atau perilaku, mental, dan fisik bagi narapidana atau tahanan yang selaras dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan.


Sebelumnya, sejumlah mantan narapidana Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta mengadu ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) -Jawa Tengah pada Senin (1/11) mengenai dugaan penganiayaan yang mereka alami selama di lapas tersebut.


Kepala Kantor ORI Perwakilan DIY-Jateng Budhi Masturi membenarkan telah menerima aduan itu.


Vincentius Titih Gita Arupadatu, salah seorang eks napi Lapas Narkotika mengaku mengalami tindak kekerasan saat menghuni lapas tersebut, mulai dari dipukul, diinjak-injak, hingga dipukul memakai kelamin sapi jantan yang sudah keras.


"Banyak pelanggaran HAM yang ada di Lapas, seperti penyiksaan terhadap warga binaan," kata Vincentius. (dw/ana)