Sidang Korupsi Hibah Ponpes tahun 2018 senilai Rp.66 miliar -->

Breaking news

Live
Loading...

Sidang Korupsi Hibah Ponpes tahun 2018 senilai Rp.66 miliar

Wednesday 3 November 2021

2020 tidak ada verifikasi perencanaan. Tapi pencairan 2020 ada yang diusulkan masing-masing pesantren, (dok.istimewa).


Serang - Saksi dari tim verifikasi Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) mengungkapkan proposal hibah tahun 2018 senilai Rp 66 miliar tidak mencantumkan detail pesantren penerima hibah. Proposal yang diajukan oleh Forum Silatutahmi Pondok Pesantren (FSPP) juga hanya mencantumkan jumlah pesantren penerima dan FSPP mengajukan diri sebagai penyalur.


Pengakuan bahwa proposal hibah diajukan oleh FSPP disampaikan oleh saksi dari tim verifikasi dari Biro Kesra Provinsi Banten yaitu Walidan, Faisal Abas, dan Subhan di Pengadilan Tipikor Serang, Selasa (2/11/2021). Tim ini hanya bertugas melakukan pengecekan administrasi dokumen seperti proposal, tujuan pengajuan hibah, rencana anggaran biaya dan susunan kepengurusan.


Menurut Faisal, FSPP dikabulkan menerima hibah RP 66 miliar lebih. Tapi, kepada majelis hakim di dokumen proposal yang diajukan memang tidak mencantumkan 3 ribu lebih pesantren baik itu nama maupun alamatnya.


"Tidak ada, hanya ditujukan ke FSPP," ujarnya.


Di dalam dokumen proposal itu katanya ada beberapa item rencana anggaran. Itemnya mulai dari anggaran operasional FSPP hingga pemberdayaan pondok pesantren. Untuk bantuan pesantren, hanya disebutkan dalam salah satu item bantuan berupa Rp 20 juta per pesantren kepada 3 ribu pesantren lebih.


Ia menambahkan, di proposal FSPP itu ada juga item untuk insentif guru ngaji dan permodalan koperasi pesantren. Untuk operasional, FSPP meminta bantuan per bulan Rp 50 juta dan jika ditotal selama setahun jumlahnya Rp 600 juta.


"Untuk operasional yang diusulkan Rp 50 juta, kemudian untuk insentif guru ngaji 600 ribu dari, ada lagi insentif pendamping 500 ribu untuk internal FSPP, kemudian dana bantuan sarana teknologi informasi Ro 5 juta, sarpas pontren 100 pontren harganya Rp 15 juta, terakhir bantuan permodalan koperasi ponten 50 juta tapi hanya 8 koperasi," tutur Faisal.


Tim juga, kata Faisal, hanya melakukan verifikasi evaluasi pada satu koperasi saja. Hal itu dipilih hanya di salah satu kabupaten dari delapan daerah di Banten.


Setelah hibah 2018 turun, menurut dia, FSPP membuat laporan LPJ. Itu diserahkan ke gubernur melalui Kesra. Di LPJ itu, katanya, ada laporan mengenai transfer dari FSPP ke pesantren hingga foto-foto nota belanja.


Tapi, memang tim tidak melakukan verifikasi ke lapangan. Tim hanya memilih sampel dari 3 ribu lebih pesantren penerima hibah. Selain itu Kesra juga mengumpulkan pesantren di Pemprov Banten.


"Jadi bentuk nya kita kumpulkan dalam satu tempat," ujar Faisal.


Untuk hibah tahun 2020, ketiga saksi kompak mengatakan bahwa hingga Mei 2019 atau saat perencanaan tidak ada proposal pengajuan hibah baik dari FSPP maupun pesantren. Tapi, ada verifikasi pencairan hibah untuk 4 ribu lebih pesantren.


"Proposalnya tidak ada," ujar saksi Subhan.


Di saat hibah 2020 ini katanya Kabiro Kesra berganti 3 kali. Pertama pada Januari ada Plt bernama Ade Ariyanto, kemudian berganti ke terdakwa Toton Suradinata. Di saat itu, ia menyebut, meski tidak ada proposal dan verifikasi, ada SK pencairan yang disetujui oleh kepala biro.


"2020 tidak ada verifikasi perencanaan. Tapi pencairan 2020 ada yang diusulkan masing-masing pesantren," ujarnya. (dw/ana)