Terkait gagasan Polri dibawah Kementerian, disebut sangat membahayakan? -->

Breaking news

Live
Loading...

Terkait gagasan Polri dibawah Kementerian, disebut sangat membahayakan?

Monday 3 January 2022

Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto: Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum, dok. gedung Mabes Polri ist (3/1/2022).


Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto menilai sangat berbahaya apabila menempatkan Polri di bawah kementerian yang menterinya berasal dari partai politik, sehingga sangat potensial terjadi politisasi di Korps Bhayangkara.


"Sangat membahayakan apabila Polri di bawah kementerian, dan menterinya berasal dari partai politik, maka potensial sekali terjadi politisasi di tubuh Polri untuk kepentingan politik praktis. Padahal kehadiran Polri di politik harus netral dan tidak boleh berpihak kepada kepentingan politik praktis," kata Didik, di Jakarta, Senin (3/1/2022).


Didik menilai, ide dan gagasan tentang penempatan Polri di bawah kementerian harus dikaji lebih dalam lagi secara utuh dan komprehensif, agar jangan sampai menjadi langkah mundur dan "set back" polisi menjadi alat politik, dan bahkan menarik kembali Polri ke politik praktis.


"Perlu dipahami, sesuai Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan pemerintah pusat dibagi menjadi enam bentuk yaitu urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, hukum, agama, dan moneter/keuangan," ujarnya lagi.


Dia menjelaskan, urusan keamanan adalah wewenang pemerintah pusat untuk mengatur keamanan nasional meliputi keamanan di darat, laut, maupun udara.


Menurut dia, urusan hukum pemerintah pusat memiliki wewenang mengatur sistem hukum maupun menentukan pihak yang bertanggung jawab pada lembaga hukum terkait.


"Dalam sistem ketatanegaraan kita, konsensus besar bangsa yang dituangkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, secara eksplisit menegaskan kedudukan Polri berada di bawah presiden," katanya pula.


Selain itu, menurut dia lagi, Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 menyatakan: Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.


Dia menilai, berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, maka kita bisa memahami apabila seluruh aturan dan kebijakan terkait dengan Polri bukan tanpa kesengajaan ditempatkan langsung di bawah Presiden.


"Pertimbangan kewenangan pemerintah pusat dalam urusan keamanan dan urusan hukum yang tidak bisa didelegasikan kepada pemerintah daerah, maka perlu alat negara untuk menjalankan operasionalisasi kewenangan itu, yang salah satunya didelegasikan ke Polri," katanya pula.


Dia menilai, kedudukan Polri di bawah Presiden sebenarnya telah memberikan ruang bagi Polri melakukan perubahan, pembenahan, dan penataan secara otonom.


Hal itu, menurut dia, diharapkan Polri mampu mengimplementasikan amanat reformasi, khususnya reformasi birokrasi Polri yang berpusat pada reformasi instrumental, struktural, dan kultural, di bawah paradigma baru polisi sipil atau "civilian police" dan "community policing" yang humanis, protagonis, dan demokratis.


"Polri harus tetap berada di bawah presiden, sehingga memungkinkan kepala negara memiliki kekuatan, kewibawaan, dan kekuasaan dalam sistem politik Indonesia, terutama dalam mengomandoi penegakan hukum, pemeliharaan kamtibmas, pelayanan, perlindungan, dan pengayoman masyarakat," katanya lagi.


Namun, dia menilai, posisi Polri di bawah Presiden bukan berarti polisi bisa melakukan berbagai aksi arogansi dan membuat posisinya tidak tersentuh.


Menurut dia, dengan posisi tersebut, polisi mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dalam mengemban tugas konstitusionalnya. (dw/*)