Disebut pembunuh tersadis di Surabaya yang dilakukan seorang mandor bangunan -->

Breaking news

Live
Loading...

Disebut pembunuh tersadis di Surabaya yang dilakukan seorang mandor bangunan

Saturday 1 October 2022

dok. istimewa Aris Setiawan/ Pembantaian itu terjadi pada 7 April 1997, (1/10).


Surabaya -- Pembunuhan yang dilakukan Aris Setiawan disebut sebagai salah satu yang tersadis yang pernah terjadi di Surabaya. Bagaimana tidak, dengan dingin mandor bangunan itu membantai 4 orang sekaligus hanya dengan martil.


Pembantaian itu terjadi pada 7 April 1997. Saat itu, Aris menjagal anggota keluarga Budi Susanto, seorang kepala cabang bank swasta di kawasan Rungkut.


Masalahnya pun sepele. Hanya karena menagih janji proyek pekerjaan. Perkenalan antara Aris dan Budi Susanto terjadi pada Desember 1996 saat bekerja sebagai mandor proyek pengerjaan kantor Bank di kawasan Rungkut.


Budi yang menjadi pimpinan kantor bank itu puas dengan hasil pekerjaan Aris. Budi kemudian menjanjikan proyek pengerjaan perbaikan rumahnya.


Namun, janji yang ditawarkan itu tak kunjung datang. Padahal Aris sangat mendambakannya. Budi saat itu juga sangat sulit ditemui karena kesibukannya.


Aris mendambakan proyek itu karena, ia mempunyai keluarga di Nganjuk yang harus ia kirimi uang setiap bulannya. Di Nganjuk, Aris mempunyai seorang istri dan dua anak. Sementara proyek tengah sepi.


Berniat menagih janji, Aris kemudian mendatangi rumah Aris di Perumahan Darmo Indah. Namun di sana, Aris juga tak menemui Budi yang belum pulang.


Di rumah itu, Aris hanya bertemu dengan Fransiska, istri Budi Susanto. Aris sempat menanyakan keberadaan Aris dan menagih janji proyek renovasi rumah.


Fransiska yang tak mengetahui hal itu kemudian cekcok dengan Aris. Sebab Aris terus mendesak kepastian janji suaminya itu.


Naik pitam, Aris langsung menghantam dari belakang Fransiska dengan martil yang telah disiapkannya. Tubuh perempuan itu langsung terkapar.


Melihat ibunya terkapar, IW, anak Fransiska yang tengah bermain menangis. Panik, Aris juga langsung menghantam balita 4 tahun itu dengan palu hingga terjungkal.


Mendengar suasana itu, tiba-tiba dari dalam rumah, Y anak Cong Lie Tjen (25), tetangga Fransiska yang ada di situ juga ikut dihantam. Balita berusia 1,5 tahun itu juga terjerembab ke lantai.


Lie Tjen menyusul dari dalam. Melihat itu, Aris bersembunyi dan langsung menyergap dan turut menghantamkan martilnya hingga terjungkal. Dalam sekejap empat tubuh manusia terkapar di rumah tersebut.


Korban Aris ternyata belum cukup. Sama seperti korban lainnya, Wen Shu Tjen (60) juga datang dari dalam. Saat mendekat, martil Aris juga menghantamnya hingga roboh.


Melihat itu, Aris menjadi panik. Ia langsung berlari kabur dari rumah itu. Sekitar 1 kilometer dari rumah itu. Ia kemudian mencegat seorang pengendara motor bernama, Muliono.


Aris kemudian meminta tumpangan motor. Karena tak curiga, Muliono langsung mengiyakan saja. Namun saat di atas motor itu. Mulioni curiga dengan napas Aris yang terengah-engah.


Muliono kemudian menyuruh Aris untuk turun. Usai menurunkan Aris, Muliono selanjutnya menggeber motornya berbalik arah. Saat itu lah, ia menemui seseorang bahwa ada perampokan terjadi di rumah Budi Susanto dan pelakunya yang ia beri boncengan tadi.


Warga tahu pembantaian itu karena Wen Shu Tjen yang dihantam Aris berteriak minta tolong keluar. Warga yang tahu kemudian mengejar Aris.


Mendengar itu, Muliono lantas berbalik arah dan mengejar Aris. Saat itu Aris tampak mencegat angkot. Beruntung, sebelum naik, Aris diamankan dan diserahkan ke Polsek Tandes.


Akibat kebrutalan Aris, tiga orang tewas di lokasi yakni IW anak Budi Sansoso, Cong Lie Tjen dan anaknya Y. Sedangkan Fransiska koma dan dilarikan ke rumah sakit. Namun karena luka yang cukup parah, istri Budi itu juga meninggal. Sehingga korban kesadisan Aris ada 4 orang.


Di hadapan polisi, Aris mengaku tak berencana membunuh keluarga Budi. Sedangkan martil yang dipakai untuk membunuh, ia mengaku mendapatkan dari sekitar rumah Budi yang sedang direnovasi. Namun polisi tak begitu saja percaya.


Sedangkan untuk motifnya, Aris menyebut tengah butuh uang. Ia mengaku sempat merencanakan akan merampok rumah Budi, namun niat itu urung karena temannya menolak ajakan itu.


Karena temannya menolak, ia semakin dongkol dan berniat untuk menagih janji proyek ke Budi. Ia mengaku butuh uang, karena selain tanggungan keluarga di Nganjuk, ia juga harus membiayai Susi, pacarnya seorang pemandu karaoke yang lagi hamil 3 bulan.


Namun apapun alasan Aris, tak meringankan hukumannya. Pada 19 Agustus 1997, ia divonis hukuman mati. Aris dinilai telah melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 53 KUHP tentang pembunuhan berencana.


Tak terima vonis mati, pada 28 Oktober 1997 ia berupaya mengajukan banding. Banding ditolak. Ia lalu mengajukan kasasi di Mahkamah Agung (MA) pada 17 Maret 1998. Sama juga, tidak membuahkan hasil. Semua upayanya untuk lolos dari hukuman mati gagal total, termasuk grasi ke presiden.


Meski demikian, hingga 20 tahun kemudian, Aris tak kunjung dieksekusi. Aris juga telah berpindah-pindah dari lapas ke lapas lainnya. Tercatat ia telah menghuni di Lapas Nusakambangan selama 18 tahun dan kemudian pindah ke Lapas Surabaya di Porong, Sidoarjo hingga kini.


Upaya terakhir yang diupayakan yakni pada 13 Juli 2017. Ia mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Surabaya dengan didampingi pengacaranya. PK diajukan dengan dalih telah menjalani hukuman 20 tahun. Tapi tetap saja, belum membuahkan hasil. Hingga kini, Aris tetap menjalani hukuman penjara sembari menunggu eksekusi mati yang entah akan dilaksanakan kapan.


Aris Setiawan, mandor bangunan di Surabaya membunuh 4 orang dalam semalam dengan palu, 7 April 1997. Ia divonis hukuman mati namun hingga kini belum dieksekusi. (dw/*)