Ketua KPU RI: Kemungkinan coblos gambar parpol bukan cakeg, Fahri Hamzah sebut era politik komunis -->

Breaking news

Live
Loading...

Ketua KPU RI: Kemungkinan coblos gambar parpol bukan cakeg, Fahri Hamzah sebut era politik komunis

Friday 30 December 2022

dok. istimewa (30/12) Fahri Hamzah: Kalau betul Ketua KPU didorong partai politik untuk mengakhiri pencoblosan nama calon pejabat, khususnya wakil rakyat yang kita pilih. Itu artinya, kita sudah masuk era politik partai komunis, yang ingin menguasai dan mengontrol seluruh pejabat publik, khususnya anggota legislatif.


Jakarta - Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah mengkritik keras pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari yang berbicara kemungkinan penerapan sistem proporsional tertutup atau pemilih hanya mencoblos gambar parpol, bukan caleg, di Pemilu 2024. Fahri menilai ada upaya kesengajaan dari partai tertentu untuk mendorong Hasyim agar membantunya berkuasa.


"Kalau betul Ketua KPU didorong partai politik untuk mengakhiri pencoblosan nama calon pejabat, khususnya wakil rakyat yang kita pilih. Itu artinya, kita sudah masuk era politik partai komunis, yang ingin menguasai dan mengontrol seluruh pejabat publik, khususnya anggota legislatif," kata Fahri Hamzah dalam keterangannya, Jumat (30/12/2022).


Menurut Fahri, jika pencoblosan dengan nama partai, maka ada ketergantungan dalam penentuan nama pejabat publik oleh partai. Dia menganggap hal ini menjadi sebuah krisis besar yang dihadapi tiap negara dan parpol.


"Ini sebenarnya tradisi komunis. Menurut saya, ini krisis besar yang dihadapi setiap negara dan partai politik, karena mereka tidak meneruskan tradisi dan tidak berpikir demokratis," katanya.


Fahri menilai parpol yang menghendaki sistem ini tak lain ialah partai yang haus kekuasaan. Menurutnya, parpol itu tak mempedulikan apakah kekuasaan itu diperoleh secara demokratis atau tidak.


"Partai-partai ini hanya haus kekuasaan, tetapi tidak mau berpikir. Saya kira ini harus menjadi wake up call bagi kita, bahwa sistem totaliter ingin di implan secara lebih permanen di dalam negara kita. Ini berbahaya sekali," lanjut Fahri. (dw/*)