dok. ist (3/2) Uang diterima Eks Kepala BPN Lebak Ady Muchtadi beberapa kali selama 2018 hingga 2020 yang nilainya mencapai RP 18,1 miliar.
Serang - Eks Kepala BPN Lebak Ady Muchtadi didakwa menerima gratifikasi untuk mengurus pembebasan tanah dan penetapan Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) senilai Rp 18,1 miliar. Pembebasan lahan di Lebak itu untuk kepentingan perusahaan Benny Tjokrosaputro, terpidana korupsi di Jiwasraya.
Dalam surat dakwaannya, JPU mengatakan bahwa Ady awalnya bertemu dengan terdakwa Dra Sopiah atau Maria Sopiah melalui perantara terdakwa Deni Edi Risyadi. Sopiah sendiri bertindak sebagai pihak yang tanpa kuasa mengurus pembebasan lahan dan penetapan HGB dan SHGB untuk kepentingan Benny Tjokro. Pembebasan lahan itu katanya untuk tiga perusahaan PT Armidian Karyatama, PT Harvest Time dan PT Putra Asih Laksana.
"Maria Sopiah bertindak tanpa surat kuasa mengurus pembebasan lahan serta penetapan HGB dan penerbitan SHGB untuk kepentingan badan hukum dalam pengendalian saksi Benny Tjokrosaputro," kata JPU Indah Kurniati di Pengadilan Tipikor Serang, Kamis (2/3/2023).
Para terdakwa kata JPU melakukan pertemuan di rumah Maria Sopiah di Maja, Lebak. Ia juga dijanjikan sejumlah uang untuk penetapan HGB dan penerbitan SHGB.
Uang kemudian diterima Ady beberapa kali selama 2018 hingga 2020 yang nilainya mencapai RP 18,1 miliar. Uang itu berasal dari terdakwa Maria dan anaknya yaitu terdakwa Eko Hendro Prayitno.
"Terdakwa menerima hadiah sejumlah uang beberapa kali dengan total seluruhnya sebesar Rp 18,1 miliar," kata JPU.
Jaksa juga mengatakan bahwa eks Kepala BPN itu menyetujui membuka rekening penampung penerimaan gratifikasi dan hadiah. Pembukaan rekening itu berdasarkan perintah dari terdakwa Maria Sopiah dan Eko. Rekening penampung juga ada yang menggunakan nama terdakwa Deni.
"Dalam kurun waktu 2018 sampai dengan 2020 terdakwa Ady telah menerima hadiah Rp 18,1 miliar secara transfer maupun tunai menggunakan rekening penampung," ujarnya.
JPU mengatakan perbuatan terdakwa Ady diancam pidana Pasal 12 huruf a, atau kedua Pasal 12 huruf b, atau ketiga Pasal 12 huruf c, atau keempat Pasal 5, atau kelima ketentuan Pasal 11 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.
JPU juga mendakwa Ady Muchtadi dengan dakwaan alternatif tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ady didakwa Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Seluruh penerimaan uang terdakwa Adi diterima melalui rekening penampung miliknya dan terdakwa Deni Edi Risyadi.
"Penerimaan hadiah berupa sejumlah uang menggunakan rekening milik Deni dan rekening terdakwa selama 2018 sampai dengan 2020," kata JPU Indah Kurniati.
Rincian uang masuk tersebut antara lain melalui rekening Deni yaitu Rp 12,5 miliar, Rp 2,6 miliar dan Rp 1 miliar. Sedangkan rekening penampung milik terdakwa Ady senilai Rp 2 miliar.
"Bahwa perbuatan terdakwa adalah berkaitan dengan pengurusan hak atas tanah HGB untuk kepentingan tiga perseroan yaitu PT Harvest Time, PT Armidian Karyatama dan PT Putra Asih Laksana," kata JPU dalam dakwaan.
Seluruh uang itu juga diberikan agar terdakwa Maria Sopiah dan Eko tidak membutuhkan waktu lama dan bertele-tele dalam mengurus HGB dan SHGB. Sehingga kurun waktu 2018 hingga 2020 telah terbut total 75 HGB dan 547 SHGB untuk ketiga perusahaan Benny Tjokro.
"Dengan kewenangan yang ada pada jabatannya menerbitkan 75 SK penetapan HGB dan 546 sertifikat SHGB kepada tiga badan hukum perusahaan," ujarnya.
Sedangkan terdakwa Deni didakwa Pasal 12 huruf a atau huruf b, atau Pasal 5, atau Pasal 11. Terdakwa Maria Sopiah dan Eko yang dakwaannya dibacakan bergantian didakwa Pasal 5 ayat 1 huruf a dan huruf b, Pasal 13.
Keempat terdakwa di Pengadilan Tipikor Serang menyatakan tidak keberatan atas dakwaan jaksa. Dan meminta persidangan dilanjutkan dengan pembuktian."Kami tidak mengajukan eksepsi," kata kuasa hukum terdakwa Ady. (dw/**)