
Jakarta - Otorita Ibu Kota Nusantara angkat bicara terkait keberadaan 4.000 hektar tambang ilegal di delineasi IKN. Keberadaan itu ditemukan oleh Satgas Penanggulangan Aktivitas Ilegal.
Satgas menyebut tambang tanpa izin di wilayah delineasi IKN ini telah menyebabkan kerusakan lingkungan serta kerugian ekonomi dan sosial yang signifikan.
Menanggapi hal itu, Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, menyatakan bahwa Otorita IKN bersama-sama dengan Satgas Penanggulangan Aktivitas Ilegal akan mengambil langkah tegas untuk menghentikan segala bentuk aktivitas ilegal di wilayah IKN.
"Kami telah memasang plang larangan agar tidak ada pihak manapun melakukan aktivitas tambang di kawasan hutan lindung," ujar Basuki dalam keterangannya.
Basuki menerangkan seluruh aktivitas ilegal akan ditindak tegas. Ia pun menyebut para pengusaha tambang wajib melakukan reforestasi di bekas area tambang, dilansir dari Deticom (17/10).
Basuki memasang plang di bekas tambang ilegal yang terletak di Bukit Tengkorak, Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kabupaten Kutai Kartanegara. Langkah ini juga mendapat dukungan kolaborasi terhadap langkah Otorita IKN juga disampaikan oleh Kepolisian Daerah Kalimantan Timur yang diwakili oleh Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Kaltim, AKBP Harun Purwoko.
"Kami berkomitmen untuk terus mendukung Otorita IKN dalam menyelesaikan penanggulangan aktivitas ilegal ini," tambah Basuki.
Sementara itu Direktur Penegakan Pidana Kementerian ESDM, Ma'mun, memberi himbauan kepada masyarakat untuk segera mengurus legalitas usaha.
"Tentu kami selalu mendukung program pemerintah, kasihan kekayaan alam kita yang sangat besar bisa kita manfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Silahkan masyarakat mempelajari bagaimana bisa mengurus administrasinya agar usahanya bisa terdaftar secara legal," ujarnya Ma'mun.
Sebelumnya, Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjend Nunung Syaifuddin mengatakan tambang batu bara ilegal itu terjadi di kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Ia menyebut aktivitas pertambangan itu tak hanya merusak alam dan berdampak pada marwah IKN, tapi juga merugikan negara sebesar Rp 5,7 triliun.
Potensi kerugian berdasarkan kolaborasi bersama ahli dalam penyidikan dari kementerian dalam jumlah yang fantastis. Ia menyebutkan potensi kerugian batu bara yang hilang akibat ditambang sejak 2016 sampai 2024 mencapai Rp 3,5 triliun.
"Lalu kerusakan hutan atau kayu sekitar Rp 2,2 triliun, lalu kerugian lingkungan akan dihitung kembali dan kerugian akan lebih besar karena variabel kehilangan dan kerusakan tidak hanya pohon saja. Sedikitnya sudah terjadi kerugian senilai Rp 5,7 triliun," ujarnya. (dw/**)