Suheri dilaporkan ke Polisi dengan menggunakan delik Pasal UU ITE. -->

Breaking news

Live
Loading...

Suheri dilaporkan ke Polisi dengan menggunakan delik Pasal UU ITE.

Thursday 5 April 2018


Medan (MI)-  Suheri Can, Salah Seorang Pencari Keadilan, Terkait Dugaan Penggelapan Alas Hak Milik Kerabatnya, yang Diduga telah Dilakukan Oleh Oknum Notaris Dimedan menilai, penggunaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik lebih sering digunakan oleh Pelaku Kejahatan dan ditujukan kepada aktivis, seperti Yang Kini menimpa dirinya, terkait pelaporan pidana atas kebebasan hak berpendapat yang dilakukannya melalui akun Media sosial pribadinya. Bahkan menurutnya, rata-rata pelaporanya adalah pejabat publik.

"Saya melakukan monitoring terhadap kasus pelanggaran UU ITE ini di Indonesia. Persoalan dengan pasal karet lebih sering digunakan oleh pejabat publik kepada Warga Masyarakat." Ungkap Aktifis Keadilan Ini, Melalui Keterangan Pers nya yang diterima Wartawan Kamis 5/4/2018.

Dalam pengamatannya, Suheri menyebutkan ada puluhan kasus pelaporan yang terjadi sejak tahun 2014. Sejumlah aktivis dilaporkan atas pelanggaran UU ITE dengan delik pencemaran nama baik oleh pejabat publik.

Sementara itu, sejak tahun 2005 hingga Mei 2017, dari puluhan bahkan sampai Ratusan kasus yang terjadi, sekitar 44 persen orang yang dilaporkan adalah orang awam, termasuk buruh, karyawan, dan ibu rumah tangga. dan ada puluhan orang aktivis yang menjadi pihak terlapor dan lebih dari 70 orang pelapornya adalah pejabat.

Menurut Suheri, hal tersebut menunjukkan bahwa pelaporan terhadap aktivis menjadi sangat rentan, apalagi di media sosial.

"Perlindungan terhadap aktivis dalam menyampaikan pendapat di media sosial menjadi lebih rentan, padahal apa yang disampaikan para aktivis itu, merupakan sebuah fakta kejahatan, namun herannya, para penegak Hukum, justru lebih mengutamakan Penanganan Kasus Pencemaran nama baik, yang dikemas dalam UU ITE, sedangkan Penanganan kejahatan Pidana yang dilakukan Oleh Oknum Pejabat Publik tersebut, Cendrung diabaikan." kata dia.

Menurut dia (Suheri) pelaporan serupa bisa saja menimpa aktivis lain diseluruh Indonesia, Mengingat Maraknya Kebiasaan Masyarakat yang Kecewa terhadap penerapan Hukum dan pelaksanaan pelayanan publik yang cendrung menyalahi aturan, dilampiaskan dengan menyampaikan Pendapatnya melalui media sosial, Sebagai bentuk kekecewaan.

"Apa yang dilakukan para Aktifis Negeri ini, tentunya harus dilindungi karena itu merupakan hak sipil. Ini persoalan perbedaan platform saja, apa yang saya lakukan dan saya alami, bisa saja terjadi kepada siapa saja," kata Suheri.

Keterangan Pers yang disampaikan Aktifis Keadilan Suheri Can ini, terkait pelaporan terhadap dirinya, yang dilakukan Oleh Oknum Notaris Fibriani Magdalena Hasibuan, seorang Oknum Notaris ke Polrestabes Medan atas tuduhan penghinaan dan ujaran kebencian, terhadap Salah Seorang Oknum Notaris.

Suheri dilaporkan ke polisi dengan menggunakan delik pasal UU ITE.

Padahal Menurutnya, apa yang telah dipostingnya Melalui Media Sosial terkait Kenakalan Oknum Notaris tersebut, Bukan tanpa alasan. Dia Mengaku Sudah Berupaya Menempuh Jalan Kekeluargaan, agar Alas Hak tanah milik Keluarganya, bisa dikembalikan oleh Oknum Notaris Tersebut, yang telah ditahan sejak tahun 2014, Oleh Oknum Notaris yang bersangkutan.

Namun upaya Kekeluargaan yang ditempuhnya bersama para Ahliwaris, tidak membuahkan hasil apapun, Justru Sang Notaris, Berupaya Menghindar dan Mengulur Waktu, serta Melempar tanggung Jawabnya Kepada Seorang Juragan tanah yang sangat sulit ditemui, dikarenakan Sering Keluar Negeri, Kembali ke Kampung halaman nya. Selain itu Suheri Mengaku bahwa Oknum Notaris Yang bersangkutan, Tidak pernah Memberi Akses Komunikasi terhadap Pihak Pengusaha Tersebut, dan justru malah menutupi keberadaan Pengusaha itu Kepada Ahliwaris.

"Kami sudah berupaya meminta, agar Notaris yang bersangkutan, Mau mengembalikan Surat tanah kami, Namun sampai sekarang, Notaris itu, tak bersedia memulangkan Surat Tanah kami, dengan alasan, harus mendapat Persetujuan dari sang Juragan tanah. Padahal Tanah tersebut, di akui nya, belum dijual ke (R) yang merupakan WNI Keturunan, Yang paling membuat kami heran adalah, Oknum Notaris ini, tidak pernah berupaya membuka akses komunikasi terhadap Pengusaha tersebut, kami juga heran, kenapa kami harus minta Izin sama Pengusaha itu, untuk mengambil surat tanah milik kami, yang belum kami jual pada siapapun. Padahal kami jelas-jelas menitipkan surat tersebut kepada Oknum Notaris, guna kepentingan Pengurusan Sertifikat Hak Milik (SHM). Lalu setelah Sertifikat Selesai, kami berencana akan menjual tanah itu. Namun Sampai Sekarang, Sertifikat tak selesai, tapi Surat tanah kami Terus ditahan tanpa alasan yang masuk diakal." ujar Suheri.

Suheri Menilai, bahwa Penerapan UU ITE yang Diarahkan kepada dirinya, kedepannya akan ditiru Oleh Para Oknum Notaris Nakal, untuk dapat Menguasai Lahan tanah milik Orang lain secara curang dan tanpa hak, lalu Menjerat Korban-Korban nya Dengan dalih UU ITE dan Menyelamatkan Notaris dari Jeratan Hukum, Terkait Kejahatan yang dilakukannya, sehingga telah Merugikan orang lain, terutama Klien dari Oknum Notaris itu sendiri.

"Notaris ternyata Sebuah Profesi yang Sangat sakti, sebap dengan ber profesi sebagai Notaris, kita menjadi Kebal Hukum. Karena Bukan perkara gampang Mempidanakan seorang Notaris, Meskipun Notaris tersebut, Melakukan Pelanggaran Hukum." Ungkapnya.bisa

Suheri Mengaku, Telah melakukan Aksi Unjuk Rasa didepan Kantor Notaris Fibriani Magdalena Hasibuan SH, yang beralamat di Jalan Turi Medan Tahun 2017 yang lalu. Unjuk Rasa dilakukan, terkait tuntutan Para Ahli Waris, agar Surat Tanah Milik Almarhum Ponio, yang berlokasi dikawasan Marindal Kabupaten Deliserdang tersebut, Segera dikembalikan Kepada para Ahliwaris. Sebap Alas Hak SK Gubernur Tahun 1968 atas tanah Seluas 45600 Meter Persegi itu, tidak kunjung dikembalikan oleh Oknum Notaris yang bersangkutan, sejak tahun 2014, Yang dititipkan dikantor Notaris tersebut, guna kepentingan Pengurusan SHM, sebelum dijual Kepada Pengusaha (R)

"Kami sudah melakukan aksi Unjukrasa didepan kantor Notaris tersebut, Dan waktu itu telah di Mediasi oleh Pihak Polsek Medan Kota, Namun tidak menemukan titik penyelesayan. Aksi kami justru terhenti, karena kami diminta membubarkan diri, padahal waktu itu, kami Bermaksut Meneruskan Aksi ke Polrestabes Medan, Sekaligus membuat laporan terkait Dugaan Penggelapan Alashak Tanah Milik Ahliwaris. Kami memilih membubarkan diri, karena kami tidak mau dianggap Melawan Petugas, sebap sebelum menggelar aksi, Oknum Notaris tersebut, telah Mendatangi Kediaman Salahsatu Ahliwaris, Dan melakukan Pengancaman, akan memenjarakan Kami sekeluarga, jika tetap melakukan Aksi Unjuk Rasa." Terang ungkap Suheri.

Merasa tidak puas dengan hasil Mediasi yang dilakukan Pihak Polsek Medan Kota, Suheri pun Menyampaikan keluhannya Melalui Media Sosial miliknya, dengan tujuan agar Masyarakat, lebih Selektif dan berhati-hati dalam memilih Notaris, dalam Segala bentuk urusan yang membutuhkan Jasa Pejabat Umum, dalam hal ini Notaris.

"Waktu itu saya berfikir, Sarana Media Sosial, Merupakan tempat paling Netral, dalam menyampaikan Aspirasi, Sehingga saya Memposting Vidio Aksi Unjuk Rasa yang kami lakukan Melalui Akun Media sosial yang saya miliki, dengan tujuan mencegah Korban lain berjatuhan, akibat prilaku Notaris Nakal." Terangnya.

Selain Melakukan Aksi Unjuk rasa, Suheri bersama para Ahliwaris, Sudah berupaya Mengadukan hprihal tersebut, ke Majelis Pengawasan Daerah, Untuk Mendapatkan Penyelesayan, Namun waktu itu, Mereka diminta Membuat laporan tertulis, sehingga Suheri dan Ahliwaris menunda membuat laporan.

"Beberapa waktu yang lalu, Kami juga sudah kembali mendatangi Kantor MPD, untuk memenuhi Syarat Membuat Laporan tertulis, Namun sayangnya, tak ada Seorangpun Pengurus MPD yang Berada dikantor, kami hanya diterima oleh salah satu Staf, yang mengaku bahwa Pengurus MPD, sedang Melakukan Tugas luar. Dan Staf MPD tersebut, Menyarankan Kami kembali lain waktu.

Tidak sampai disitu saja, Upaya untuk Mendapatkan keadilan, terus saja dilakukan Oleh para Ahliwaris, dengan Mendatangi Polda Sumut, Pada tanggal 19/3/2018 yang lalu, guna mendapatkan Perlindungan Hukum, dan melaporkan prilaku Notaris tersebut, agar segera mendapatkan Peroses Hukum.

"Kami sangat kecewa, kenapalah laporan kami Tak diperoses, padahal Sudah jelas, Apa yang dilakukan Oleh Notaris tersebut, selain Melanggar Kode Etik, juga Melakukan Pelanggaran Pidana, karena telah sengaja dan tanpa hak Menyimpan dan menahan Alashak milik orang lain." Ungkapnya.

Lebih jauh Suheri menuturkan bahwa,  dalam Undang-Undang Yang Mengatur tentang Profesi Notaris, jelas disebutkan bahwa, Notaris Adalah Pejabat Pencatat Akta Tanah, dan ketika Seorang Notaris Menerima Titipan Surat Tanah, Maka Notaris yang bersangkutan, Kedudukan Hukumnya, Sama Seperti Masyarakat umum lainnya, dan bukan dalam kapasitasnya sebagai Notaris.

"Pihak Poldasu Menolak memperoses Laporan kami, karena menurut Petugas SPKT, Belum ditemukan adanya Unsur pidana yang dilakukan Oknum Notaris tersebut, Petugas Menganggap bahwa Apa yang dilakukan Oknum Notaris tersebut, Hanya bersifat Kenakalan Notaris, dan bukan Pelanggaran Pidana." ujar Suheri.

Ditambahkannya, bahwa Apa yang dilakukan oleh Oknum Petugas SPKT di Polda Sumut, Benar-Benar Telah Mengabaikan Undang-Undang Tindak pidana penipuan dan penggelapan dalam KUHP diatur pada Buku II tentang Kejahatan terhadap Harta Kekayaan, yaitu berupa penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda yang dimilikinya. Secara umum, unsur-unsur tindak pidana terhadap harta kekayaan ini adalah mencakup unsur obyektif dan unsur subyektif.

Adapun unsur obyektif yang dimaksud adalah. Unsur perbuatan materiel, seperti perbuatan mengambil (dalam kasus pencurian), memaksa (dalam kasus pemerasan), memiliki / mengklaim (dalam kasus penggelapan, menggerakkan hati / pikiran orang lain (dalam kasus penipuan) dan sebagainya;.

"Untuk itu kami meminta, Agar pihak Kepolisian, Dapat bersikap Netral dan tidak tebang pilih, dalam menyelesaikan Permasalahan ini. Kami ini adalah korban, kenapa justru kami yang di kriminalisasikan.? Hak kami dirampas, kami sudah mengadu kesana kemari, tapi kami terus saja ditolak dengan berbagai alasan., saya mengharapkan Dukungan dari para Aktifis, untuk mendukung saya dalam menghadapi permasalahan ini." pungkasnya.

Dalam akhir Keterangan Pers nya, Suheri menuturkan bahwa Pemanggilan Dua orang kerabatnya sebagai saksi Atas terkait Laporan yang Dibuat Oknum Notaris tersebut ke Polrestabes Medan, Menurutnya tidak tepat. Sebap Salah seorang yang dilakukan pemanggilan oleh Pihak penyidik, sudah Meninggal Dunia, bahkan Sebelum terjadinya Pelanggaran UU ITE yang Dituduhkan. Sedangkan untuk salah satu ahliwaris yang juga dipanggil menjadi saksi, menurut Suheri, tidak tahu apa-apa, karena dia sama sekali tidak paham teknologi Internet. Jadi menurutnya Pemanggilan tersebut tidak tepat.
(Indra)

Suheri Can, UU ITE Terus Menelan Korban, Keadilan Semakin Sulit Didapatkan.