Kondisi Ekonomi Syariah Indonesia Tertinggal Jauh Dari Negara Tetangga
banner
Live
Loading...

Breaking news

Widget notif

Kondisi Ekonomi Syariah Indonesia Tertinggal Jauh Dari Negara Tetangga

Friday, 27 December 2024

Dok. Istimewa (27/12/2024) Pembiayaan bank syariah ke UMKM, kedua negara punya rentan angka yang berdekatan. Malaysia angkanya 15% sementara Indonesia lebih tinggi di kisaran 17,7%.


Jakarta - Kondisi ekonomi syariah Indonesia tertinggal jauh dari negara tetangga, Malaysia. Padahal menurut Penasihat Center of Sharia Economic Development (CSED) Indef, Abdul Hakam Naja, Indonesia punya keunggulan dari segi jumlah populasi muslimnya.


Populasi Malaysia sebanyak 34 juta jiwa sedangkan Indonesia di angka 281 juta jiwa atau sembilan kali lebih besar. Hakam membandingkan kinerja perbankan syariah kedua negara yang cukup jomplang.


Dilansir dari detikcom, jumlah penduduk muslim Indonesia pada 2024 mencapai 242 juta jiwa, sedangkan penduduk muslim Malaysia 22 juta Jiwa.


"Coba bayangin, penduduk Indonesia itu kan di 2024 281 juta, Malaysia 34 juta. Sepersembilannya penduduknya. Ini perbandingan perbankan syariah di Indonesia. Yang terbesar (Malaysia) Maybank Islamic, itu asetnya Rp 1.000 triliun. Lebih besar dari seluruh aset perbankan syariah di Indonesia," kata Hakam dalam diskusi Indef secara virtual, Jumat (27/12).


Lalu aset CIMB Islamic Rp 605,27 triliun, jauh lebih besar dari aset Bank Syariah Indonesia (BSI) Rp 370,72 triliun. Apalagi jika dibandingkan secara total, aset perbankan Syariah Malaysia unggul jauh atas Indonesia.


"Jadi total aset perbankan syariah di Malaysia, itu Rp 4.226 triliun. Berapa total aset di Indonesia termasuk BPRS? Saya hitung Rp 918 triliun," sebutnya.


Lalu, dari segi pembiayaan bank syariah ke UMKM, kedua negara punya rentan angka yang berdekatan. Malaysia angkanya 15% sementara Indonesia lebih tinggi di kisaran 17,7%.


Kemudian, pangsa pasar bank syariah Malaysia mencapai 37% sementara Indonesia di level 7,44%. "Pangsa pasar Bank Syariah 2024 ini 37%, Indonesia 7,44%," imbuhnya.


Sementara itu, Kepala Center for Sharia Economic Development Indef, Nur Hidayah menyoroti kurang optimalnya potensi industri syariah dalam negeri. Sejauh ini Indonesia menjadi negara pengimpor terbesar ke-4 di Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk memenuhi industri halalnya.


Padahal berdasarkan State of the Global Islamic Economy (SGIE) report 2023/2024, Indonesia menempati posisi ke-2 pada sektor makanan halal, posisi ke-3 fesyen muslim, ke-5 farmasi dan kosmetik halal, dan ke-6 pada sektor media dan rekreasi halal.


"Namun Indonesia belum mampu memanfaatkan potensi tersebut dan masih bergantung pada negara lain untuk memenuhi kebutuhan industri halalnya. Indonesia menjadi pengimpor terbesar dari seluruh negara OKI. Ini ironis seharusnya kita memimpin pasar dunia sebagai pengekspor terbesar dunia tapi kita juga pengimpor terbesar ke-4 dunia," tutup Nur. (**)