
Dok. istimewa (16/10/2025) Satu kesalahan anggota bisa menghancurkan reputasi institusi secara keseluruhan, sedangkan kinerja positif jarang mendapat sorotan.
Jakarta - Pengamat kebijakan publik Haidar Alwi menilai bahwa rapuhnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) masih menjadi pekerjaan rumah atau "PR" besar bagi Korps Bhayangkara tersebut.
Dia menilai bahwa dari aspek penegakan hukum, pelayanan publik, hingga pemanfaatan teknologi dalam sistem kepolisian, banyak indikator objektif yang mencerminkan peningkatan efektivitas institusi Polri. Namun, kata dia, hal itu bersifat paradoks terhadap persepsi publik atas institusi itu.
"Sebuah paradoks yang menunjukkan betapa persepsi publik sering tertinggal dari realita faktual," kata Haidar di Jakarta, (15/10).
Pendiri Haidar Alwi Institute itu mengatakan bahwa sebagian besar masyarakat masih melihat Polri melalui kacamata masa lalu, dan terlalu cepat menilai karena adanya kasus viral. Namun, dia menilai ada ribuan kinerja senyap anggota Polri lainnya yang juga baik.
Menurut dia, terjadi kesenjangan persepsi yang sebagian diduga dipicu oleh ekosistem informasi yang bias dan sensasional.
Saat ini, dia menilai bahwa satu kesalahan anggota bisa menghancurkan reputasi institusi secara keseluruhan, sedangkan kinerja positif jarang mendapat sorotan.
Menurut dia, kinerja Polri yang baik adalah capaian yang dapat diukur, sedangkan tingkat kepercayaan publik adalah refleksi subjektif. Jika masyarakat terus menilai Polri atas citra dari distorsi informasi, maka institusi itu akan terus "dihukum" karena kesalahannya.
"Kini giliran masyarakat untuk beralih dari keraguan menuju pengakuan. Sebab kepercayaan tidak akan tumbuh bila hanya satu pihak yang bekerja keras membangunnya," katanya. (dw/**)